Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Sebut RI Sulit Ekspor Beras, Mengapa?

Indonesia dinilai memiliki tantangan untuk mewujudkan rencana ekspor beras konsumsi ke luar negeri. Apa penyebabnya?
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai Indonesia memiliki tantangan dalam mengekspor beras konsumsi ke luar negeri, salah satunya lantaran harga beras dalam negeri yang lebih mahal di pasar dunia.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan harga beras Indonesia lebih mahal dari harga beras di pasar dunia, kecuali jika negara lain tetap ingin mengimpor beras Indonesia dengan harga yang tinggi.

“Saya belum menghitung [berapa mahalnya beras Indonesia dari harga beras di pasar dunia], sepertinya antara 1,7 hingga 1,8 kali dari harga beras dunia alias hampir dua kali lebih mahal. Tidak mudah kita mengekspor [beras],” kata Khudori kepada Bisnis, Selasa (3/6/2025).

Selain itu, Khudori menuturkan bahwa kualitas beras yang dikelola Perum Bulog merupakan beras kualitas medium. “Beras kualitas rendah yang relatif tidak dikenal di pasar dunia,” ujarnya.

Dia menambahkan, pemerintah juga harus memastikan produksi beras dalam negeri aman untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sebelum memutuskan ekspor beras ke luar negeri.

Jika menengok data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras Indonesia berpotensi mencapai 21,76 juta ton pada Januari—Juli 2025. Angkanya naik 14,93% dibandingkan Januari—Juli 2024 yang hanya mencapai 18,93 juta ton beras.

Menurutnya, Indonesia berpotensi mencatatkan surplus beras sepanjang Januari—Juli 2025. Namun, dia mewanti-wanti volume surplus apakah akan bertahan sampai akhir tahun. Pasalnya, dinamika produksi masih dinamis ke depan.

Khudori mengingatkan bahwa saat ini belum bisa dipastikan apakah ke depan segala sesuatunya aman, termasuk stok beras, sehingga produksi beras cukup untuk memenuhi konsumsi.

Selain itu, sambung dia, produksi beras dalam negeri tahun lalu jika dikurangi dengan konsumsi mengalami angka defisit, atau pertama kali terjadi dalam 8 tahun terakhir.

“Kapan kita bisa memperkirakan produksi aman? Sekitar akhir September atau Oktober. Kenapa? Karena pada saat itu produksi beras sudah mencapai 80–85% dari produksi setahun,” terangnya.

Kendati demikian, Khudori menuturkan bahwa Indonesia setiap tahun bahkan sejak dahulu mengekspor beras, terutama beras khusus, seperti beras organik dan beras aromatik. Namun, volume ekspor beras tersebut tidaklah besar alias hanya ribuan ton saja.

“Kenapa? Karena memang produksi beras-beras khusus itu tidak besar. Beras-beras khusus seperti ini harganya mestinya baik, yang mengekspor adalah swasta,” ujarnya.

Sebelumnya, Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan nilai ekspor beras Indonesia hanya mencapai US$175,4 atau sekitar Rp2.859.081 (asumsi kurs Rp16.300 per dolar AS) pada April 2025.

BPS mengungkap Indonesia hanya mengekspor 60 kilogram beras dengan tujuan Uni Emirates Arab, Malaysia dan Belanda.

“Jadi nilai ekspor beras pada April 2025 itu adalah sebesar US$175,4 dan volume ekspor beras pada April 2025 ini adalah 60 kilogram, jadi kecil sekali ya, dengan tujuan ekspor berasnya adalah Uni Emirates Arab, Malaysia dan Belanda,” kata Pudji dalam rilis BRS, Senin (2/6/2025).

Di sisi lain, data BPS menunjukkan impor beras justru mencapai 119.100 ton pada Januari—April 2025. Menurut HS 8 digit, Indonesia paling banyak mendatangkan komoditas beras dengan HS 10063099 atau semi-milled or wholly milled rice (beras setengah giling atau seluruhnya digiling) mencatatkan volume impor sebesar 69.750 ton dengan share 58,56%.

Diikuti komoditas beras dengan HS 10064090 atau broken rice, other than of a kind used for animal feed (beras patah, selain dari jenis yang digunakan untuk pakan ternak) mencatatkan volume 48.550 ton dengan share 40,76%.

Indonesia juga mendatangkan beras dari jenis HS 10063050 atau beras basmati, beras setengah digiling atau sepenuhnya digiling, baik dipoles atau diglasir atau tidak (basmati rice, semi milled or wholly milled rice, whether or not polished or glazed) dengan volume impor beras mencapai 740 ton dan share 0,62%. Serta, HS lainnya adalah 60 ton beras atau share 0,05%.

Tercatat, impor beras Indonesia utamanya berasal dari Thailand dengan volume 30.230 ton atau mencapai 25,39% dari total impor beras pada Januari—April 2025. Diikuti beras dari India yang mencapai 26.780 ton, Vietnam 25.050 ton, Myanmar 18.640 ton, dan Pakistan 18.380 ton. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper