Bisnis.com, JAKARTA — Vietnam memangkas pungutan impor untuk sejumlah produk guna menghindari dampak dari kebijakan tarif timbal balik Amerika Serikat.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa tarif timbal balik akan berlaku sejak Rabu (2/4/2025). Kebijakan itu akan berlaku untuk semua negara dan bukan hanya kelompok kecil yang terdiri dari 10 hingga 15 negara dengan ketidakseimbangan perdagangan terbesar.
Dilansir Bloomberg, Selasa (1/4/2025), Vietnam mengumumkan pemangkasan pungutan impor pada sejumlah produk, termasuk gas alam cair dan mobil, dalam upaya untuk menghindari kebijakan tarif baru AS. Pemangkasan tarif impor tersebut mulai berlaku pada hari ini, Senin (1/4/2025).
Berdasarkan pernyataan di laman resmi pemerintah, Vietnam memangkas tarif impor untuk sejumlah jenis mobil menjadi 32% dari yang tertinggi 64%. Kebijakan serupa ditetapkan untuk komoditas liquefied natural gas (LNG) yakni dipangkas menjadi 2% dari 5%.
Tarif impor etanol di Vietnam juga disusutkan dari 10% menjadi 5%. Hal serupa berlaku pada tarif impor komoditas pertanian, termasuk apel segar, ayam beku, almond, dan ceri.
Bloomberg melaporkan bahwa pemangkasan pungutan impor tersebut dilakukan saat Presiden AS Donald Trump berencana untuk mengumumkan dorongan tarif timbal balik pada hari Rabu (2/4/2025), dalam acara di White House Rose Garden.
Baca Juga
Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer pada bulan lalu mengatakan kepada pejabat perdagangan utama Vietnam bahwa negara Asia Tenggara tersebut perlu meningkatkan neraca perdagangan antara kedua negara dan lebih membuka pasarnya.
“Berbagai negara Asia akan menghadapi tantangan tarif timbal balik, dengan Vietnam dan Thailand sebagai negara yang paling rentan,” tulis Ma Tieying, ekonom senior di DBS Bank, dalam laporannya pada, Kamis (27/3/2025).
Dalam catatan Bloomberg, Vietnam merupakan salah satu negara yang paling bergantung pada rantai perdagangan di dunia, dengan ekspor yang setara dengan sekitar 85% dari produk domestik bruto (PDB) 2024. AS menjadi negara tujuan ekspor terpenting Vietnam.
Oleh karena itu, ekonom Bloomberg Tamara Mast Henderson menilai, kebijakan tarif baru AS menimbulkan risiko signifikan bagi ekonomi Vietnam. Menurutnya, potensi perubahan perdagangan global dan pengalihan investasi asing mengancam pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja Vietnam.
Vietnam telah berupaya untuk memperkuat hubungan dagang dengan AS dan meyakinkan pemerintahan Trump bahwa mereka serius dalam mengatasi surplus perdagangannya, yang melebar menjadi US$123,5 miliar pada 2024. Vietnam menjadi negara dengan kesenjangan perdagangan tertinggi ketiga dengan AS, atau berada di bawah China dan Meksiko yang menempati peringkat teratas.
Kementerian Keuangan Vietnam pada Maret 2025 telah mengusulkan pemangkasan tarif impor tersebut kepada pemerintah. Mereka menilai penyesuaian tersebut merupakan respons terhadap perkembangan situasi geopolitik dan ekonomi dunia yang ‘rumit dan tidak dapat diprediksi’, terutama perubahan kebijakan perdagangan dan tarif.
Sementara itu, Ketua Partai Komunis Vietnam To Lam, dalam pertemuan hari Senin (31/3/2025), dengan Duta Besar AS untuk Vietnam Marc Knapper, menegaskan kembali bahwa Vietnam mendorong peningkatan pembelian produk AS, terutama barang pertanian, LNG, dan barang berteknologi tinggi.