Bisnis.com, JAKARTA - Australia optimistis mampu mengelola dampak langsung dari tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, meski akan menghadapi penurunan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) seiring dengan perekonomian global yang melambat.
"Kami memperkirakan dampak yang lebih dapat dikelola pada ekonomi Australia, tetapi kami tetap memperkirakan PDB Australia akan terpukul dan kami memperkirakan akan ada dampak pada harga di sini juga," kata Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers dalam konferensi pers dikutip dari Reuters, Senin (7/4/2025).
Analisis Departemen Keuangan menunjukkan pada Senin bahwa dampak tarif AS dan tindakan balasan dari China, mitra dagang terbesar Australia, akan menurunkan tingkat produk domestik bruto riil tahun ini sebesar 0,1% dibandingkan dengan ekspektasi saat ini.
Kebijakan itu juga akan menambah 0,2 poin persentase pada inflasi. Chalmers mengatakan pemerintah memperkirakan pertumbuhan AS dan China akan mengalami pukulan besar sebagai akibat dari perang dagang yang dipicu oleh rezim tarif Trump.
PDB China akan turun 0,6% tahun ini dibandingkan dengan ekspektasi saat ini, yang telah memperhitungkan pemberlakuan kebijakan tarif impor.
"Kementerian Keuangan kami tidak memperkirakan ekonomi Australia akan mengalami kemunduran. Bahkan, yang kami perkirakan adalah pertumbuhan akan terus meningkat," kata Chalmers.
Baca Juga
Australia mengandalkan peningkatan belanja konsumen yang diharapkan berkat inflasi yang melambat dan pemotongan pajak pemerintah.
Kekhawatiran tentang ekonomi China telah membuat dolar Australia turun di bawah 60 sen untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19, tambahnya. Dolar Australia stabil pada level US$0,6020 pada hari Senin.
Saham Australia turun 4% pada Senin ke level terendah dalam lebih dari setahun, meskipun penurunan tersebut lebih rendah daripada penurunan yang terlihat di tempat lain. Perusahaan tambang tanah jarang berat Australia bahkan mengalami reli.
Chalmers mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan Michele Bullock, Gubernur Reserve Bank of Australia (RBA), untuk membandingkan catatan tentang ekspektasi mereka.
RBA mempertahankan suku bunga tetap minggu lalu tetapi pertemuan tersebut didominasi oleh diskusi tentang risiko global.
RBA masih menunggu data untuk melihat apakah inflasi akan kembali secara berkelanjutan ke kisaran target 2%-3%, karena khawatir bahwa kekuatan yang mengejutkan di pasar tenaga kerja akan memicu tekanan inflasi.
Namun, kemerosotan pasar membuat para pedagang bertaruh bahwa ada kemungkinan 20% bahwa RBA dapat memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Mei. Sebanyak empat pemotongan suku bunga seperempat poin telah diperkirakan sepanjang tahun ini.