Bisnis.com, JAKARTA - Jepang terus mendesak Amerika Serikat (AS) agar memikirkan kembali rencana penerapan tarif impor dengan harapan memperoleh penangguhan jangka panjang, meskipun Presiden Donald Trump menundanya untuk 90 hari.
"Tidak ada perubahan dalam kebijakan Jepang. Kami akan mengejar kepentingan nasional Jepang semaksimal mungkin tanpa panik atau membuat keributan," kata Ryosei Akazawa, yang minggu ini ditunjuk sebagai negosiator utama negara itu mengenai pungutan AS dikutip dari Bloomberg, Kamis (10/4/2025).
Jeda pemberlakuan tarif resiprokal untuk 90 hari tersebut menghapus pungutan menyeluruh yang lebih tinggi atas barang-barang yang diimpor ke AS dari banyak negara lain untuk saat ini. Namun, AS tetap mempertahankan bea masuk dasar sebesar 10%. Jepang sebelumnya menghadapi tarif impor sebesar 24%.
Penarikan sementara itu terjadi hanya beberapa jam setelah Trump memperkenalkan rentetan tarif yang membuat investor ketakutan, memicu gejolak pasar, dan mendorong pejabat pemerintah di seluruh dunia untuk mengadakan pertemuan yang bertujuan untuk menenangkan kegelisahan.
Jepang diperkirakan akan menjadi salah satu negara yang diprioritaskan dalam negosiasi perdagangan dengan Washington. Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan bahwa ia akan berbicara dengan pejabat dari Jepang, Vietnam, India, dan Korea Selatan dalam beberapa hari mendatang.
Jepang masih menghadapi tarif sebesar 25% untuk mobil, suku cadang mobil, baja, dan aluminium, sementara barang-barang lainnya tetap dikenakan tarif pajak tetap sebesar 10% yang berlaku untuk semua negara.
Baca Juga
Pejabat Jepang khawatir bahwa tarif tersebut, terutama untuk mobil, menimbulkan ancaman serius bagi perekonomian negara tersebut.
Menteri Keuangan Katsunobu Kato mengatakan pada hari Kamis bahwa ia akan melakukan yang terbaik untuk mengimbangi dampak tarif dengan memperkenalkan langkah-langkah ekonomi.
"Kami akan terus memperhatikan dengan saksama dampak kebijakan perdagangan AS terhadap pasar keuangan," jelasnya.
Jepang melihat jeda pada beberapa tarif sebagai perkembangan positif, tetapi akan terus menyerukan peninjauan ulang terhadap pungutan yang masih berlaku, kata Akazawa, yang juga menjabat sebagai menteri revitalisasi ekonomi.