Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mewaspadai indeks keyakinan konsumen yang menurun selama tiga bulan terakhir, memberikan efek terhadap kegiatan ekonomi di tingkat produsen maupun membuat investor menunda rencana penanaman modalnya.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede melihat penurunan optimisme konsumen tersebut dapat berdampak negatif terhadap berbagai macam hal, termasuk rencana kegiatan produksi dan persepsi investor.
Dengan menurunannya persepsi konsumen, termasuk di dalamnya indeks ekspektasi ekonomi (IEK), maka para produsen di Indonesia mungkin dapat menurunkan kapasitas produksinya dalam jangka waktu dekat dan memilih untuk menggunakan stok yang sudah ada.
“Jika penurunan IKK tersebut terus berlanjut secara berkepanjangan, maka investor juga dapat melihat hal tersebut dan menunda kegiatan investasi mereka,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (15/4/2025).
Sementara pemerintah telah menargetkan investasi senilai Rp1.905 triliun. Lebih tinggi dari realisasi investasi sebesar Rp1.650 triliun pada 2024.
Per Maret 2025, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencatat penurunan 5,3 poin dari 126,4 pada Februari 2025 menjadi 121,1. Sebelumnya, juga terjadi penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 0,8 poin Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Februari 2025 dan 0,5 poin pada Januari 2025.
Baca Juga
IKE tercatat sebesar 110,6, lebih rendah dibandingkan dengan indeks bulan sebelumnya sebesar 114,2. Begitu juga IEK yang berada di level optimis 131,7, lebih rendah dibandingkan dengan indeks bulan sebelumnya sebesar 138,7.
IEK menjadi indeks yang turun paling dalam, yakni sebesar 7 poin dari bulan sebelumnya. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan indeks ekspektasi kegiatan usaha yang juga turun 6,4 poin, indeks ekspektasi penghasilan turun 6,3 poin, dan penurunan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang turun 5,9 poin.
Josua lebih lanjut melihat pemerintah perlu melakukan intervensi untuk memperkuat konsumsi maupun keyakinan konsumen akan ekonomi, bukan hanya untuk masyarakat kurang mampu, tetapi juga kelas menengah dan aspiring middle class.
“Diperlukan juga dukungan pemerintah, misalnya melakukan spending dengan lebih efektif dan tepat sasaran untuk bisa membantu meningkatkan kepercayaan konsumen,” tuturnya.
Pasalnya, melihat data Mandiri Spending Index (MSI) per 6 April 2025, kelompok bawah tergerus daya beli, sementara kelompok menengah menahan belanja.
Terbukti bahwa tingkat tabungan kelompok bawah yang biasanya meningkat di periode Ramadan (84,4 pada Maret 2024), namun tahun ini terus melambat dan berada di level terendah ke level 79,8 (Maret 2025). Dengan kata lain, kondisi ini menunjukkan daya beli yang semakin tergerus.
Sementara tingkat tabungan kelompok menengah stabil dan relatif sama dengan di Ramadan 2024, dari 101,1 (Maret 2024) menjadi 101,8 (Maret 2025).
Di sisi lain, tingkat tabungan kelompok atas dalam tren melambat, dari 97,4 (Maret 2024) menjadi 93,3 (Maret 2025). Kondisi ini mengindikasikan belanja lebih banyak dilakukan oleh kelompok atas.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau Bank BCA David Sumual pun melihat kebiasaan masyarakat akan bergeser untuk membeli barang tahan lama yang lebih murah (downtrading).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati irit bicara saat disodorkan pertanyaan soal keyakinan konsumen yang menurun dalam tiga bulan terakhir. Padahal, terdapat Ramadan maupun Lebaran yang menjadi momen peningkatan daya beli.
“Kita akan tingkatkan [keyakinan konsumen],” ujarnya sambil masuk ke mobil usai menghadiri Taklimat Media di Gedung Kemendiktisaintek, Selasa (15/4/2025).
Sementara saat ditanya terkait langkah pemerintah untuk memperkuat keyakinan konsumen, Sri Mulyani memilih diam.