Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masyarakat Pesimis soal Lapangan Kerja dan Penghasilan, jadi Alarm buat Pemerintah

Survei Bank Indonesia patut jadi sinyal waspada bagi pemerintah karena bukti ekonomi tidak baik-baik saja di mata masyarakat, baik soal lapangan kerja hingga penghasilan.
Ilustrasi pekerja mengerjakan proyek bangunan. / dok Freepik
Ilustrasi pekerja mengerjakan proyek bangunan. / dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Hasil survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan persepsi masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja semakin pesimis, begitu pula dengan menurunnya keyakinan terhadap ekspektasi penghasilan.

Ekonom menilai kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah akan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang lebih banyak di masa mendatang bahkan bengkaknya jumlah pengangguran.

Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet melihat kekhawatiran masyarakat tersebut tidak boleh dianggap remeh dan justru menjadi indikator penting.

“Ini mencerminkan bahwa masyarakat mulai merasakan atau memproyeksikan tekanan di pasar tenaga kerja, entah karena rekrutmen yang melambat, banyaknya PHK, atau kualitas pekerjaan yang makin tidak menjanjikan,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (8/7/2025).

Mengacu survei BI, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja [IKLK] saat ini—dibandingkan enam bulan lalu—tercatat pada zona pesimis (<100), yakni sebesar 94,1 per Juni 2025. Bahkan indeks tersebut menurun dari bulan sebelumnya yang sebesar 95,7.

Sejalan dengan pesimistis tersebut, kelompok usia awal kerja 20–30 tahun juga menurunkan rasa optimisnya terhadap Indeks Penghasilan Saat Ini (IPSI) dan Indeks Ekspektasi Penghasilan. Masing-masing turun dari bulan sebelumnya sebesar 1,2 poin dan 7,3 poin pada Juni 2025.

Yusuf menuturkan bahwa ekspektasi penghasilan yang menurun juga memperkuat pandangan bahwa masyarakat tidak melihat adanya perbaikan signifikan dalam prospek ekonomi keluarga mereka.

Hal ini semakin diperjelas dengan perubahan perilaku keuangan rumah tangga. Ketika porsi konsumsi meningkat sementara tabungan menurun, itu bisa jadi menandakan dua hal.

Pertama, konsumsi yang naik bisa bersifat terpaksa, bukan karena daya beli yang kuat, tapi karena kebutuhan dasar harus dipenuhi di tengah pendapatan yang stagnan atau menurun.

Kedua, berkurangnya tabungan menunjukkan ruang fiskal rumah tangga yang makin sempit—mereka mulai menyentuh cadangan, bahkan mungkin berutang, untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

“Jadi Sentimen ini bisa menjadi indikator awal ekspektasi ekonomi yang tidak begitu baik di level masyarakat,” lanjutnya.

Sekalipun angka-angka makro masih menunjukkan pertumbuhan, tapi fondasi mikro di tingkat rumah tangga mulai goyah. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi otoritas terkait.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat kecenderungan masyarakat yang lebih banyak mengkonsumsi uanganya daripada menabung, bisa berakibat kepada fenomena mantab alias makan tabungan—yang memang sudah terjadi.

Fenomena tersebut membuat masyarakat tidak memiliki dana darurat. Maka, ketika orang tersebut sakit atau kehilangan pekerjaan, pilihan cepatnya adalah pinjaman online (pinjol) dengan bunga tinggi.

Untuk itu, fenomena tersebut pemerintah harus meresponnya dengan lebih banyak lagi stimulus yang menyasar daya beli.

Nahasnya, kalau situasi berlanjut, kata Bhima, maka kelompok menengah bawah jangankan untuk melakukan konsumsi, pendapatannya terus mengalami penurunan. Akan akan lebih banyak lagi kelompok masyarakat menengah yang turun kelas.

“Itu jadi salah satu risiko jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi ke depannya,” ujar Bhima.

Perlu diingat, pemerintah punya target pertumbuhan ekonomi yang tinggi—bahkan hingga 8%—di tengah kondisi global dan domestik terkini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper