Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMIP Buka Suara soal Gangguan Produksi Nikel Imbas Longsor

PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) buka suara terkait kabar gangguan produksi nikel imbas bencana longsor di area kerja PT QMB New Energy Materials.
Salah satu pabrik pengolahan baja di Kawasan Industri Morowali/imip.co.id
Salah satu pabrik pengolahan baja di Kawasan Industri Morowali/imip.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) memastikan salah satu tenant-nya, PT QMB New Energy Materials Co. Ltd, tetap beroperasi normal pascabencana longsor di area kerja perusahaan pada Maret 2025.

Longsor terjadi di area tailing atau penyimpanan limbah milik QMB New Energy Materials di dalam kawasan IMIP, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Peristiwa ini menyebabkan dua pekerja tewas dan satu orang hilang.

Head of Media Relations Department IMIP Dedy Kurniawan tak memungkiri bahwa produksi nikel PT QMB terganggu akibat insiden tersebut. Namun, PT QMB tetap melakukan produksi.

"[Produksi] terganggu iya, tapi operasional produksi bisa menyesuaikan sehingga tetap berjalan normal," kata Dedy kepada Bisnis, Rabu (16/4/2025).

Kendati demikian, dia belum bisa memerinci berapa produksi yang terganggu tersebut. Menurutnya, itu adalah data internal dari perusahaan bersangkutan.

"Kami kurang tahu soal itu karena hal tersebut adalah data internal PT QMB. Posisi IMIP adalah pengelola kawasan industri," ucap Dedy.

Sebelumnya, diberitakan Bloomberg, insiden itu telah memaksa pabrik QMB menghentikan hampir seluruh produksinya, menurut para trader yang mengetahui situasi tersebut. Sumber yang enggan disebutkan namanya menyebut, perusahaan-perusahaan sejenis di sekitar lokasi juga terpaksa mengurangi produksi.

Pemegang saham terbesar QMB, GEM Co. Ltd., menyatakan bahwa produksi perusahaan menurun. Namun, mengaitkannya dengan pemeliharaan yang telah direncanakan sebelumnya serta libur nasional Idulfitri yang jatuh pada minggu pertama April.

Di sisi lain, para trader nikel di Asia Tenggara dan China mengaku khawatir dengan potensi gangguan produksi berulang. Apalagi, penggunaan smelter berbasis high pressure acid leaching (HPAL) kian meningkat. Teknologi HPAL ini memungkinkan produsen menggunakan bijih berkadar rendah untuk mengekstraksi logam. Namun, menghasilkan volume limbah yang sangat besar.

Dengan pertumbuhan smelter HPAL, kegagalan mengelola limbah, memunculkan kekhawatiran atas standar lingkungan dan keselamatan yang tidak merata.

Sektor logam Indonesia telah dilanda serangkaian kecelakaan sejak memulai ekspansi nikel yang sangat pesat 1 dekade lalu. Insiden terburuk adalah ledakan smelter pada 2023 yang menewaskan 21 pekerja dan menuai teguran dari pemerintah.

Dalam 5 tahun terakhir saja, Indonesia telah mengoperasikan sekitar 10 pabrik HPAL. Adapun, sebagian besar smelter itu terealisasi berkat investasi dan teknologi China.

Metode ekstraksi nikel dengan HPAL lebih murah dan kurang intensif karbon. Namun, metode itu menghasilkan hampir dua kali lipat tailing. Setiap gangguan dalam pengelolaan limbah kemungkinan akan mengganggu produksi normal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper