Bisnis.com, JAKARTA - Jauh-jauh Rama Yasalam Pangalila merantau dari Palu ke Morowali. Jarak dua kota yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah itu kira-kira sekitar 500 kilometer. Jika menggunakan armada darat, perjalanan yang ditempuh dari Palu menuju Morowali kurang lebih 13 jam.
Tekad Rama—panggilan Rama Yasalam Pangalila— sudah bulat. Selepas lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), dia memilih untuk melanjutkan pendidikan di Politeknik Industri Logam Morowali.
Politeknik Industri Logam Morowali (PILM) merupakan perguruan tinggi negeri di bawah naungan Kementerian Perindustrian. Lokasi kampus itu di Kecamatan Bahodopi, tak jauh dari Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), sebuah kawasan industri terintegrasi terbesar di Sulawesi Tengah.
“Saya sudah masuk semester empat, menuju ke tugas akhir,” kata Rama ketika menceritakan keputusannya merantau dari Palu ke Morowali.
Di PILM, Rama mengambil jurusan Teknik Perawatan Mesin. Pendidikan kejuruan yang dikembangkan PILM disesuaikan dengan kebutuhan pasar setempat, yakni untuk memenuhi tenaga kerja untuk kawasan industri.
Salah satu yang menarik dari politeknik itu, mahasiswa yang belajar juga memperoleh bekal pengetahuan Bahasa Mandarin. Bahkan, mahasiswa tingkat akhir yang sudah memiliki level tertentu dalam penguasaan Bahasa Mandarin, bisa mendapatkan kesempatan untuk dikirim ke China untuk mendalami teknologi terbaru.
Baca Juga
“Kalau ada kesempatan, saya juga ingin bisa belajar sampai ke China,” ujarnya.
PILM memiliki tiga program studi setara Diploma 3 yakni Teknik Listrik dan Instalasi, Teknik Perawatan Mesin, dan Teknik Kimia Mineral.
Kampus tersebut pertama kali dibangun pada 2015 di atas lahan seluas kurang lebih 30 hektare yang merupakan hibah dari IMIP. Kegiatan akademik pertama di PILM berlangsung pada 2017.
Menurut Direktur PILM Agus Salim Opu, kehadiran PILM sejatinya untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja terampil untuk memasok kebutuhan di kawasan yang sejalan dengan program pemerintah terkait penghiliran nikel.
Setiap tahun, Agus Salim menuturkan, PILM menerima 224 mahasiswa yang diseleksi melalui Jalur Penerimaan Vokasi Industri. Selama menempuh pendidikan sepanjang 6 semester, para peserta didik tidak dipungut biaya oleh PILM.
Kurikulum pendidikan yang dikembangkan oleh PILM terintegrasi dengan IMIP. Setiap mahasiswa beroleh kesempatan untuk menempuh kegiatan pembelajaran selama 4 semester di lingkungan kampus dan 2 semester di kawasan.
Pihak kampus bekerja sama dengan tenant di IMIP untuk menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja magang guna memperkuat pengalaman terjun ke lapangan.
“Mereka yang magang ini sudah memperoleh insentif dari tempat mereka bekerja. Ada yang sewaktu magang, kinerjanya bagus, lalu ditawari pekerjaan tetap oleh tenant. Hampir 70% mahasiswa kami terserap di IMIP setelah magang. Sisanya 30% lewat jalur normal. Semua lulusan kami diserap tenant di IMIP,” kata Agus Salim Opu.
Tahun ini, dia menuturkan, pihaknya membuka kesempatan bagi mahasiswa yang hendak magang di luar negeri dengan durasi selama 6 bulan dengan syarat tertentu.
“Ini sedang kami upayakan mahasiswa bisa magang ke China. Syaratnya mereka memiliki HSK [Hanyu Shuiping Kaoshi]—semacam syarat TOEFL— di level tertentu untuk magang di China selama 6 bulan dan 6 bulan di pabrik,” ujar Agus.
Dengan model pembelajaran tersebut, harapannya mahasiswa lebih termotivasi dan dapat memetik pengalaman apabila kembali ke Tanah Air. Apalagi, katanya, Kawasan IMIP dan wilayah Morowali secara umum memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat diolah secara optimal.
“Pabrik di IMIP itu lengkap. Mulai jalur dari tanah diolah menjadi stainless, tanah menjadi karbon, tanah menjadi baterai. Kami di sini sudah mampu mengolah ore [bijih] menjadi setengah baterai. Nah, dari setengah baterai menjadi baterai ini kami belum bisa. Ini yang terus kami pelajari,” katanya.
Kontribusi IMIP
Keberadaan IMIP di Morowali dimulai sejak 2013 yang diawali dengan adanya perjanjian kerja sama antara pemerintah Indonesia yang kala itu diwakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden China Xi Jinping.
Setahun kemudian, pada 2014, kawasan IMIP mulai beroperasi. Selanjutnya, pada 2015, Presiden Joko Widodo meresmikan smelter pertama di kawasan itu yakni PT Sulawesi Mining Investment (SMI).
Kawasan itu terus berkembang hingga saat ini dengan investor berasal dari China, Korea, Jepang, Australia, dan Indonesia.
Menurut Direktur Komunikasi IMIP Emilia Bassar, kawasan IMIP dihuni kurang lebih 50 tenant, baik yang sudah beroperasi secara penuh maupun dalam tahap konstruksi dan perencanaan.
Beberapa tenant utama di kawasan itu, antara lain Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Dexin Steel Indonesia (DSI), QMB New Energy Materials, Huayue Nickel Cobalt Indonesia (HYNC), CNGR Ding Xing New Energy (CDNE), dan Merdeka Tsinghan Indonesia (MTI).
Dari kawasan itu muncul hasil produksi yang terbagi menjadi empat klaster yakni pertama, baja tahan karat (stainless steel); kedua, baja karbon (carbon steel); ketiga, bahan baku baterai kendaraan listrik; dan keempat, pendukung lainnya.
Beberapa kegiatan produksi di kawasan tersebut bahkan tercatat memiliki tingkat produksi terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Emilia Bassar menuturkan, dari sisi investasi di kawasan IMIP telah mencapai US$34,3 miliar sejak 2015 hingga 2024.
Dari sisi kontribusi devisa ekspor, katanya, mencapai US$15,44 miliar pada 2024. Nilai itu tidak jauh berbeda dari periode 2023 sebesar US$15,49 miliar dan US$15,03 miliar pada 2022.
Jumlah tenaga kerja yang terserap di Kawasan IMIP hingga Juni 2025 sebanyak 85.820 orang.
“Kami pada tahun ini masih akan fokus pada hilirisasi nikel, memperkuat klaster baterai untuk kendaraan listrik, dan mengimplementasikan rencana penggunaan listrik berbasis energi baru terbarukan,” ujar Emilia.
Kehadiran IMIP dengan jumlah tenaga kerja yang besar itu turut memberikan keuntungan ekonomi bagi warga di Bahodopi dan sekitarnya. Setidaknya terdapat 7.643 kegiatan usaha di sekitar kawasan industri tersebut.
Berdasarkan data, kegiatan usaha terbanyak di wilayah sekitar IMIP yakni kios dan pertamini (layanan penjualan bahan bakar minyak) yang sebanyak 981 usaha, jasa penjualan makanan dan minuman kios, konter pulsa, agen perbankan, hingga bengkel.
Dari pengamatan Bisnis, layanan jasa perbankan berupa konter pengiriman uang melalui jasa agen Laku Pandai cukup marak di sepanjang jalur jalan Trans Sulawesi. Nilai transaksinya ratusan juta hingga miliaran di sejumlah gerai Laku Pandai.
Dari pengalaman mendatangi langsung kawasan IMIP, aspek yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah setempat adalah penataan ruang, penguatan infrastruktur jalan, dan pengelolaan sampah.
Satu-satunya jalur, jalan Trans Sulawesi dapat dikatakan tidak cukup layak untuk menopang Morowali sebagai sebuah kawasan industri berskala besar yang terus berkembang.
“Kalau di kawasan, tentu menjadi tanggung jawab kawasan. Tapi kalau di luar kawasan, mestinya bersama-sama dengan pemerintah daerah.”