Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa saat ini rata-rata tarif impor yang diberikan Presiden AS Donald Trump kepada Indonesia menembus angka 47% untuk tekstil dan garmen.
Angka tersebut lebih tinggi dari tarif resiprokal yang diumumkan pada 2 April 2025 lalu, di mana Indonesia dikenakan tarif sebesar 32%. Sementara untuk tekstil dan garmen berada di rentang 10%—37%. Besaran tarif tersebut akibat berlakunya 10% tarif tambahan selama 90 hari di masa negosiasi ini.
“Dengan diberlakukannya 10% tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10% ditambah 10%, ataupun 37% ditambah 10% [20%—47%],” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Jumat (18/4/2025).
Untuk itu, besaran tarif tersebut menjadi perhatian pemerintah Indonesia karena membuat biaya ekspor yang lebih tinggi.
“Karena tambahan biaya itu diminta para pembali agar di-sharing dengan indonesia, bukan pembeli saja yang bayar pajak tersebut,” tuturnya.
Pasalnya, dengan tambahan tersebut, tarif impor menjadi lebih tinggi, bahkan diantara negara pesaing Indonesia di kawasan Asean maupun wilayah lainnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, tekstil dan garmen merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia ke AS. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor untuk komoditas pakaian dan aksesorinya (rajutan) (HS 61) memberikan surplus perdagangan senilai US$433,3 juta per akhir Februari 2025. Sementara alas kaki (HS 64) menyumbangkan surplus US$407,7 juta.
Dalam pertemuannya bersama US Trade Representative (USTR) maupun US Secretary of Commerce, Airlangga menekankan bahwa AS turut meminta tarif berimbang, termasuk untuk komoditas unggulan tersebut.
“Bila AS sudah diberikan tarif berimbang, maka Indoensia berharap kepada 20 unggulan ekspor diberikan tarif berimbang pula, dan tarif tersebut tidak lebih tinggi dari negara pesaing Indonesia,” lanjutnya.