Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah disebut memberikan perlakuan yang lebih istimewa kepada perusahaan asal China dibandingkan dengan perusahaan asal Korea Selatan. Akibatnya, konsorsium LG mengundurkan diri dari proyek baterai nikel terintegrasi dari hulu ke hilir di Indonesia.
Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional Dradjad Wibowo mengaku sudah bertemu dengan pihak dari Korea Selatan, termasuk LG. Ia pun mencoba merunut akar permasalahan batalnya investasi LG di sektor baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Dradjad menjelaskan, awalnya pemerintah yang mengundang konsorsium LG untuk berinvestasi di Indonesia. Menurutnya, pihak LG sepakat untuk menanamkan investasi sekitar US$2 miliar.
Saat itu, Hyundai Ioniq Electric membutuhkan pasokan baterai, dan LG pun siap memenuhi kebutuhan tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diminta.
"Mereka penuhi semua peraturan, TKDN mereka penuhi, semua mereka penuhi," ungkap Dradjad dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
Setelah dihitung dengan berbagai pertimbangan biaya produksi di Indonesia, mobil listrik Ioniq tersebut bisa dijual dengan harga sekitar Rp700 juta hingga Rp800 juta.
Namun, di luar dugaan, produsen mobil listrik asal China, BYD Auto Co. Ltd., tidak dapat menjual produknya di Eropa karena perang dagang. Akibatnya, BYD memasarkan produknya ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Saat masuk ke Indonesia, pemerintah memberikan BYD berbagai kemudahan, sehingga harga jual produknya bisa jauh lebih murah. Masalahnya, kemudahan serupa tidak diberikan kepada LG.
"Ya otomatis enggak bisa bersaing. Harganya Ioniq sekitar 50%–60% di atas harga BYD dengan spesifikasi yang sama, ya gimana bisa bersaing?" ujar anggota dewan pakar tim kampanye Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024 itu.
Akibatnya, permintaan terhadap Ioniq menurun. LG pun mempertimbangkan kembali rencana investasinya.
"LG mikir dong kalau mau investasi terus, pasarnya turun kok, kami enggak diperlakukan sama dengan teman-teman dari China," kata Dradjad.
Menurut ekonom senior INDEF ini, perbedaan perlakuan terhadap perusahaan asal Korea Selatan dan China terjadi karena adanya konstelasi politik. Dradjad pun meminta agar ke depan tidak ada perlakuan khusus seperti itu.
Sebagai informasi, konsorsium LG bersama konsorsium BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC) tergabung dalam Proyek Titan dengan total komitmen investasi senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun.