Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

May Day, Buruh Industri Mamin Hingga Tembakau Desak Perlindungan Ancaman PHK

Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan jumlah orang yang terkena PHK mencapai 18.610 orang per Februari 2025.
Sejumlah buruh melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (3/7/2024). Aksi yang diikuti oleh ratusan buruh tersebut mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret dalam melindungi industri lokal, mulai dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga persaingan usaha yang tidak sehat./Bisnis - Fanny Kusumawardhani
Sejumlah buruh melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (3/7/2024). Aksi yang diikuti oleh ratusan buruh tersebut mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret dalam melindungi industri lokal, mulai dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga persaingan usaha yang tidak sehat./Bisnis - Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mendesak pemerintah segera memberikan perlindungan bagi buruh industri yang terancam badai pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Berdasarkan Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan jumlah orang yang terkena PHK mencapai 18.610 orang per Februari 2025. Angka tersebut meningkat hampir 6 kali lipat dari bulan Januari yang sebanyak 3.325 PHK.

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto AS mengatakan di momen peringatan hari buruh ini, perlindungan pekerja khususnya di industri padat karya akan memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah tantangan global, termasuk perang dagang.

“Pekerja dan pengusaha memiliki posisi yang sama dalam mendapatkan perlindungan dan pembelaan, sesuai dengan prinsip Hubungan Industrial Pancasila,” kata Sudarto dalam keterangan resminya, Kamis (1/5/2025). 

Menurutnya, kedua pihak ini berkontribusi saling melengkapi dalam memperkuat perekonomian negara, seperti dua sisi mata uang yang bernilai dalam pembangunan nasional. 

Pihaknya juga menyoroti industri padat karya, seperti industri makanan dan minuman, serta Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sangat berperan dalam menyerap tenaga kerja lebih dari 3 juta orang. 

Secara spesifik, dia memberikan contoh IHT yang berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, dengan rata-rata 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lewat hasil cukai hasil tembakau. 

Namun, IHT ini terancam atas pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang secara garis besar banyak membatasi ruang gerak industri hingga memicu penyempitan lapangan pekerjaan di sektor ini. 

Oleh karena itu, Sudarto mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan dan keadilan berusaha bagi IHT, baik pekerja maupun pengusaha. 

“Supremasi hukum ketenagakerjaan diperlukan untuk melindungi pekerja dan menjaga persaingan sehat antar pelaku industri," tegasnya.

Dia menyebutkan pasal-pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap bermasalah, seperti larangan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau, pengaturan Gula, Garam, Lemak (GGL), serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024. 

“Regulasi-regulasi tersebut akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara,” jelasnya.

Untuk itu, dia mendesak pemerintah untuk memberikan ruang dialog yang setara kepada perwakilan pekerja, seperti FSP RTMM-SPSI yang beranggotakan 250.347 orang pekerja, dalam proses pengambilan kebijakan demi terciptanya keadilan. 

Lebih lanjut, dia juga meminta pemerintah menghindari intervensi asing dalam pembuatan kebijakan, seperti yang terjadi dengan PP 28/2024 yang secara tidak langsung merupakan produk dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah perjanjian internasional yang dinilai bertujuan untuk mematikan industri tembakau nasional. 

“Kami, serikat pekerja, siap mendukung kebijakan pemerintah untuk memastikan terjaminnya kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Hal ini juga sejalan dengan kepentingan ekonomi nasional, khususnya dalam perlindungan terhadap industri padat karya. Tidak ada negara lain yang seunik Indonesia, jadi pemerintah jangan mau didikte oleh negara lain yang tidak memiliki industri seperti kita,” terangnya. 

Dalam hal ini, Sudarto juga meminta pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan daya beli pekerja. Salah satu caranya adalah melalui perluasan cakupan pekerja padat karya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 10/2025 terkait pembebasan PPh 21 bagi anggota serikat pekerja di sektor IHT serta makanan dan minuman. 

Sektor-sektor ini merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di antara sektor industri lainnya, namun tidak diberikan insentif tersebut. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper