Bisnis.com, JAKARTA - Hari Buruh 2025 menjadi momentum penting bagi reformasi sistem ketenagakerjaan di Indonesia yakni sistem outsourcing yang kini tengah dikaji pemerintah.
Penghapusan sistem outsourcing memang menjadi salah satu tuntutan yang dibawa para pekerja di setiap perayaan Hari Buruh. Pada tahun ini, Presiden Prabowo hadir menemui para buruh dan menjanjikan sistem ketenagakerjaan yang lebih baik, termasuk pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional hingga Satgas PHK.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan bahwa sistem sistem outsourcing tengah dikaji yang nantinya akan dilaporkan kepada Presiden Prabowo.
“Kami sedang siapkan kajiannya [terkait penghapusan sistem outsourcing], untuk nanti kami laporkan ke Presiden [Prabowo],” kata Yassierli kepada Bisnis, Senin (5/5/2025).
Dihubungi terpisah, Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia (UI) Payaman Simanjuntak menilai Kepala Negara RI perlu memberikan penjelasan lebih detail terkait bisnis outsourcing yang akan dihapus.
Kendati demikian, menurutnya, Presiden Prabowo patut diapresiasi karena telah beranji meningkatkan kesejahteraan para pekerja pada hari buruh pada 1 Mei 2025.
Baca Juga
“Maksud beliau [Presiden Prabowo] menghapus outsourcing memerlukan penjelasan, outsourcing yang mana yang mau dihapus? Kalau semuanya dihapus, semua bisnis di Indonesia ini akan tutup,” kata Payaman kepada Bisnis.
Penuh Polemik
Sistem outsourcing tak dipungkiri telah menimbulkan banyak persoalan yang dianggap merugikan oleh para buruh. Penghapusan sistem ini pun terus disuarakan para serikat pekerja pada Hari Buruh.
asa outsourcing pertama kali dilegalkan pada 2003 saat era pemerintahaan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam beleid itu, penggunaan jasa outsourcing dibatasi untuk sektor tertentu seperti jasa keamanan, katering, angkutan, cleaning services, dan jasa penunjang dalam sektor perminyakan dan pertambangan. Kala itu, aturan juga mewajibkan pegawai outsourcing didaftarkan ke dinas tenaga kerja.
Kini, ketentuan outsourcing atau alih daya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No.2/2022 tentang Cipta Kerja pada pasal 64. Di ayat (1) pasal tersebut berbunyi bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui alih daya yang dibuat secara tertulis. Namun, aturan tersebut tidak menyebutkan secara rinci sektor yang diperbolehkan menggunakan pekerja outsourcing.
Kemudian pada pasal 66 ayat (1), hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Yaya, seorang pekerja outsourcing mengatakan telah ditugasi oleh perusahaannya untuk bekerja di sebuah perusahaan teknologi dan e-commerce selama hampir 4 tahun. Sempat berpindah-pindah perusahaan yang menjadi klien, namun gaji yang diterima tidak pernah jauh di atas upah minimum yang berlaku.
Sekalipun kelebihan pendapatan hanya berasal oleh adanya waktu lembur yang dilalui.
"Sudah 4 tahun kerja, belum ada perubahan signifikan [gaji]," katanya.
Begitupun dengan Nati, seorang buruh di sebuah perusahaan garmen di wilayah Bogor mengatakan, angan menjadi karyawan tetap telah pupus. Perusahaan tetap berproduksi saja sudah menjadi hal yang melegakan.
Sudah bertahun-tahun bekerja, namun statusnya masih tetap sebagai karyawan kontrak. Menurutnya, bahkan perjanjian kontrak kerja belakangan ini dilakukan semakin intens alias kontrak berlaku hanya dalam interval waktu yang lebih pendek.
"Udah enggak kepikiran jadi kartap [karyawan tetap], kita tetap kerja, perusahaan enggak tutup aja itu udah bagus," ucapnya dengan muram.
Aturan Baru Disiapkan
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengamini bahwa praktik outsourcing di Indonesia menuai banyak polemik. Oleh karenanya, Kepala Negara telah meminta Kemnaker untuk mencermati lebih lanjut mengenai sistem outsourcing.
“Makanya nanti kan harus komprehensif kan, makanya kita juga harus dengarkan arahan Pak Presiden. Tentu Pak Presiden juga ingin melihat implementasinya, usulan dari kita seperti apa nanti,” kata Yassierli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (5/5/2025).
Adapun, Kemnaker saat ini tengah menyusun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang outsourcing, untuk menindaklanjuti arahan Kepala Negara pada perayaan May Day 2025.
Mengenai hal itu, Yassierli belum dapat memastikan kapan regulasi itu terbit, termasuk poin-poin apa saja yang akan diatur dalam beleid tersebut. Pasalnya, pihaknya masih perlu mendengar masukan-masukan dari pihak terkait seperti pekerja/buruh dan pengusaha.
“Saya belum bisa janjikan. Nanti kita lihat, ini paralel nih, kita dengar aspirasi dari [pengusaha dan buruh/pekerja],” ujarnya.
Menurutnya, arahan Kepala Negara mengenai outsourcing dalam perayaan May Day 2025 akan menjadi landasan Kemnaker dalam menyusun regulasi terkait outsourcing.
“Kebijakan Presiden yang disampaikan pada perayaan May Day 2025 terkait outsourcing tentunya akan menjadi kebijakan dasar dalam penyusunan Peraturan Menteri tentang outsourcing yang saat ini sedang disusun,” kata Yassierli dalam keterangannya, Jumat (2/5/2025).
Sebagai Menaker, Yassierli menegaskan bahwa dia menyambut baik rencana tersebut. Dia juga menyatakan siap menjalankan arahan yang diberikan oleh Kepala Negara mengenai outsourcing.
Menurutnya, persoalan outsourcing telah menjadi isu yang kerap disuarakan oleh kalangan pekerja dalam beberapa waktu terakhir. Dalam praktiknya, Yassierli menyebut bahwa outsourcing kerap menimbulkan berbagai permasalahan.
Diantaranya, pengalihan kegiatan inti (core business), ketidakpastian pekerjaan, tidak adanya kejelasan karir, upah rendah, kerentanan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK), lemahnya perlindungan jaminan sosial, hingga sulitnya membentuk serikat pekerja.
Padahal, kata dia, segala kebijakan ketenagakerjaan harus sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Respons Pengusaha
Sementara itu, kalangan pengusaha menilai pemerintah perlu melakukan analisis mendalam mengenai rencana tersebut. Rencana itu juga perlu dikaji secara teknokratis.
“Pak Presiden juga kan sudah mencoba menyampaikan niat baik pemerintahan bahwa akan dikaji ya, tetapi kita juga harus lihat secara teknokratis dan ilmiah akan seperti apa,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025).
Bob mengatakan, Indonesia juga perlu melihat praktik-praktik outsourcing di negara-negara lain untuk mengetahui persoalan outsourcing di Indonesia, apakah dari sisi sistem atau praktiknya.
Menurutnya jika ada praktik-praktik outsourcing yang dirasa kurang tepat, maka yang perlu diperbaiki adalah praktiknya, bukan melarang outsourcing.
Di sisi lain, Bob khawatir dihapusnya sistem outsourcing akan memicu pemusatan perekonomian di satu tangan. Artinya, hanya akan ada satu pihak yang diuntungkan.
Kondisi ini tentu tidak akan menguntungkan perusahaan-perusahaan kecil. Padahal kata dia, pihaknya mengharapkan ada perusahaan-perusahaan kecil yang tumbuh dan berkembang, bukan hanya perusahaan besar.
“Jadi jangan sampai perusahaan, misalnya satu perusahaan mulai dari A sampai Z dikerjain dia semua. Jadi ada kesehatan nanti dia bikin rumah sakit sendiri, terus ada pengerjaan yang bukan bidangnya dikerjakan sendiri. Nanti profitnya masuk ke kantong perusahaan itu dong,” tutur Bob.
Senada, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Sarman Simanjorang juga meminta agar rencana penghapusan outsourcing dikaji secara komprehensif.
Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang sangat bagus lantaran dalam waktu dekat akan dimulai pembahasan rancangan Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Untuk itu masalah outsourcing ini kita harapkan juga menjadi salah satu materi yang harus dilakukan pembahasan yang sangat-sangat teliti,” kata Sarman kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025).
Anggota Dewan Pengupahan Nasional itu menambahkan, perlu suatu diskusi mendalam sebelum menentukan apakah outsourcing perlu dihapus atau tidak.
Pasalnya jika dihapus, kata dia, ada sektor-sektor tertentu yang sangat dibutuhkan oleh dunia usaha dari pekerja-pekerja outsourcing.
Di satu sisi, penghapusan outsourcing juga akan mengurangi kesempatan-kesempatan kerja yang sudah ada.
Menurutnya, jika yang dikhawatirkan pekerja dari sistem ini adalah upah murah, mudah di PHK, dan kekhawatiran lainnya, maka hal tersebut dapat diperjelas dan diberikan garansi dalam Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru.
“Sehingga kita sangat berharap nantinya ada jalan keluar, ada jalan tengah yang bisa memberikan suatu kepastian bagi pekerja, kemudian juga bahwa tenaga outsourcing ini juga tenaga yang dibutuhkan di berbagai perusahaan khususnya di divisi-divisi tertentu dalam hal ini,” pungkasnya.