Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengajukan tambahan alokasi subsidi mandatori bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel 40 (B40) sebesar Rp16 triliun pada tahun ini.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi di kantor Kementerian ESDM, Senin (12/8/2025) sore. Dia mengatakan, penambahan alokasi ini sesuai dengan rencana awal kebutuhan subsidi B40 sebesar Rp51 triliun.
Menurutnya, penambahan alokasi tersebut lantaran dana subsidi tahun ini harus dialokasikan sebagian untuk membayar subsidi pada 2024. Oleh karena itu, dana yang sebelumnya dipatok Rp51 triliun berkurang. Sehingga, kekurangan itu harus ditutupi.
"Alokasinya [subsidi] itu tambah Rp16 triliun atau berapa, karena ada pembayaran carry over yang tahun 2024. Jadi sebetulnya acuan kami tetap, awal Rp51 triliun untuk sampai semua di cover," kata Eniya.
Asal tahu saja, insentif untuk implementasi B40 saja diprediksi mencapai Rp35,5 triliun. Insentif ini berlaku hanya untuk sektor public service obligation atau PSO atau sebagian dari alokasi biodiesel yang ditetapkan pada tahun ini.
Adapun, alokasi biodiesel untuk program mandatori B40 pada tahun ini mencapai 15,6 juta kiloliter (kl). Dari angka tersebut, sebanyak B40 untuk PSO mencapai 7,55 juta kl.
Baca Juga
Insentif atau dana subsidi tersebut berasal dari pungutan ekspor kelapa sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Oleh karena itu, jika dihitung, dengan tambahan Rp16 triliun, maka genap nilai subsidi B40 tahun ini mencapai Rp51 triliun, sesuai dengan yang diajukan Kementerian ESDM.
Kendati demikian, Eniya menekankan bahwa besaran realisasi pembiayaan biodiesel B40 kedepannya bakal ditentukan oleh disparitas harga antara produk minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan solar.
Dia pun mengakui kerap mendapat keluhan dari beberapa perusahaan pelaku industri yang menggunakan biodiesel Non-PSO. Sebab, harga satu daerah dengan daerah lainnya kerap berbeda jauh.
"Kemarin kan ada keluhan dari beberapa perusahaan industri yang memang non-PSO, itu kan harganya sedikit lebih tinggi, mahal. Ada yang beli sampai Rp24.000 [per liter], tapi ada yang beli juga Rp12.000," tutur Eniya.
Terkait perbedaan harga B40 yang signifikan itu, Kementerian ESDM dan beberapa kementerian lainnya tengah mencari rumus terbaru agar harga biodiesel di pasaran dapat dikendalikan.
"Bayangkan [ada disparitas] Rp12.000, nah ini harganya akan di-bagaimana-kan, itu baru didiskusikan," ungkap Eniya.