Bisnis.com, JAKARTA — Maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) disebut mempertimbangkan potensi pembelian pesawat Boeing yang dikembalikan China akibat perang dagang dengan Amerika Serikat.
GIAA sendiri memiliki posisi kas dan setara kas sebesar US$223,76 juta per akhir kuartal I/2025.
Mengutip laporan keuangan yang dipublikasikan, GIAA mencatatkan arus kas bersih dari aktivitas operasi sebesar US$162,27 juta per 31 Maret 2025.
Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar US$86,72 juta.
Di sisi lain, posisi kas dan setara kas Garuda Indonesia hingga akhir kuartal I/2025 tercatat sebesar US$223,76 juta.
Secara total, Garuda Indonesia memiliki total aset sebesar US$6,45 miliar, dengan total liabilitas sebesar US$7,88 miliar.
Baca Juga
Garuda Indonesia melaporkan total aset lancar sebesar US$576,20 juta dan total liabilitas jangka pendek sebesar US$1,25 miliar. GIAA mencatat total defisit ekuitas sebesar US$1,43 miliar.
Dari sisi pendapatan, Garuda Indonesia membukukan pendapatan usaha sebesar US$723,56 juta pada kuartal I/2025, meningkat 1,63% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, rugi bersih masih tercatat sebesar US$76,48 juta, lebih kecil dari rugi bersih US$87,03 juta pada kuartal I/2024.
Sebelumnya, Direktur Niaga Garuda Indonesia Ade R. Susardi mengatakan pihaknya tentu akan melakukan penjajakan penambahan pesawat salah satunya jika memang ada potensi mengakuisisi pesawat Boeing ‘buangan’ China.
“Kalau ada [barang dan potensi] kita pasti langsung [beli]. Penjajakan semua,” kata Ade di Gedung DPR, Rabu (7/5/2025).
Adapun Garuda Indonesia sendiri menargetkan akan mengoperasikan setidaknya 100 pesawat hingga akhir tahun.
Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani mengatakan pihaknya memproyeksikan sampai dengan akhir tahun 2025 akan memiliki kekuatan alat produksi hingga mencapai 100 armada. Meski demikian kondisi rupiah yang saat ini melemah terhadap dolar AS juga akan menjadi perhatian.