Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan tarif cukai rokok dinilai eksesif karena berdampak terhadap sektor hulu dan hilir mata rantai tembakau.
ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji berharap pemerintahan Presiden Prabowo mengkaji ulang kebijakan cukai rokok yang eksesif. Sebab, instrumen cukai sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya industri kretek nasional yang berefek domino terhadap petani tembakau dan cengkeh.
"Kebijakan cukai yang eksesif, negara bisa kehilangan penerimaan cukai sekitar 10% dari total APBN, yang sebenarnya bisa menjadi sumber pendanaan program pemerintah," kata Agus dalam keterangannya, Selasa (13/5/2025).
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI, Eric Hermawan menyoroti kebijakan eksesif atas tarif cukai rokok dalam beberapa tahun belakangan ini yang memberikan dampak berganda. Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan dampak kenaikan cukai rokok.
"Nah, ini harus dibenahi, makanya cukai itu harus dibuat stabil sehingga pertumbuhan rokok pun akan tumbuh. Bahwa kebijakan cukai hasil tembakau ini perlu dikaji ulang," jelasnya.
Terpisah, Bupati Temanggung, Agus Setyawan berpandangan, tembakau memiliki multiplier effect yang tinggi sekaligus masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian daerah.
Baca Juga
Di tengah impitan masalah regulasi terkait pertembakauan yang memicu turunnya daya beli masyarakat terhadap produk rokok. Dampaknya, kondisi pabrikan rokok masih belum stabil lantaran cukai rokok yang kian tinggi.
“Naiknya cukai rokok menurunkan daya beli masyarakat terhadap produk hasil tembakau, sehingga serapan bahan baku oleh pabrikan di tingkat petani juga menurun. Posisi tawar tembakau kita masih belum baik-baik saja. Padahal bahan baku tembakau hanya bisa diserap oleh pabrikan rokok," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi meminta agar Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak terus dinaikkan. Menurutnya, kenaikan cukai rokok justru mendorong maraknya peredaran rokok ilegal di wilayahnya.
"Kebijakan menaikkan CHT setiap tahun tidak efektif untuk menekan konsumsi rokok. Sebab, masyarakat tetap membeli rokok meskipun harganya makin mahal, bahkan mengorbankan kebutuhan lain seperti gizi keluarga," katanya.