Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asuransi MBG Berisiko Kuras APBN

Maraknya kasus keracunan MBG dimitigasi dengan pembuatan asuransi, yang akan menambah biaya dari program utama Presiden Prabowo Subianto itu.
Siswa SDN 03 Rorotan, Jakarta menyicipi makanannya saat simulasi program makan bergizi gratis, Senin (30/9/2024). / Bloomberg-Rosa Panggabean
Siswa SDN 03 Rorotan, Jakarta menyicipi makanannya saat simulasi program makan bergizi gratis, Senin (30/9/2024). / Bloomberg-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA — Pengadaan asuransi Makan Bergizi Gratis alias MBG otomatis akan menambah beban biaya program tersebut, berisiko menambah tanggungan APBN.

Wacana penyusunan asuransi makan bergizi gratis mulanya disampaikan oleh pihak Badan Gizi Nasional (BGN), yakni Deputi Bidang Sistem dan Tatakelola Program MBG Tigor Pangaribuan. Menurutnya, premi asuransi MBG menjadi bagian dari biaya operasional dan merupakan tanggung jawab pemerintah.

Dia juga berjanji bahwa asuransi itu tidak akan mengurangi jatah bahan baku makanan bagi peserta program—yang telah berkurang dari rencana awal Rp25.000, lalu menjadi Rp15.000, dan terakhir rata-rata anggaran per porsi menjadi Rp10.000.

"Memang biaya operasional akan kami berikan porsi biaya untuk pembiayaan karyawan, ada pembayaran listrik/air dan gas. Nah, nanti kami akan tambahkan porsi [asuransi] dari sana [anggaran yang sudah ada] untuk meng-cover biaya asuransi," ujar Tigor pada Sabtu (10/5/2025).

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menjajaki kajian dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) guna menentukan bentuk perlindungan yang tepat. Nantinya, proteksi akan dijalankan oleh konsorsium asuransi, alias bukan hanya satu perusahaan.

"Kalau penerima manfaat kami sedang diskusi dengan OJK untuk mendapatkan paket pelayanan yang cocok. Kami akan diskusi dengan Asosiasi Asuransi Jiwa dan Asosiasi Asuransi Umum," ujar Dadan kepada Bisnis, Selasa (13/5/2025).

Skema asuransi itu dinilai tidak sesuai dengan semangat MBG sebagai program bantuan sosial. Apalagi, wacana penambahan asuransi muncul setelah maraknya kasus keracunan yang menimpa ratusan korban, dari siswa hingga guru.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai adanya asuransi MBG justru berpotensi membebani anggaran program tersebut. Padahal, sebelum wacana asuransi itu muncul ke publik, BGN sudah mengajukan penambahan anggaran MBG walaupun penyerapannya sangat lambat.

Dia khawatir penambahan beban anggaran itu akan mengurangi manfaat yang siswa terima karena boros dalam urusan-urusan administratif dan operasional.

"Skema asuransi dalam MBG kurang tepat, karena MBG adalah program bantuan sosial," tegasnya kepada Bisnis, Selasa (13/5/2025).

Bhima menekankan bahwa prioritas utama pemerintah seharusnya adalah menjamin tidak terjadi kasus keracunan makanan dalam program MBG, bukan malah 'mengobati' keracunan dengan skema yang memerlukan tambahan biaya.

Dia mengingatkan bahwa aspek pengawasan makanan sudah menjadi tanggung jawab negara dan didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pertama, harus dipastikan nol kasus keracunan makanan pada siswa. Dan itu tanggung jawab pemerintah dengan dana pengawasan yang sudah dialokasikan via APBN," jelasnya.

Lebih lanjut, Bhima mengingatkan bahwa menambahkan komponen asuransi justru bisa menggerus efektivitas program MBG. Dia khawatir dana premi asuransi akan menyedot anggaran yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan yang disediakan bagi siswa.

"Asuransi MBG tidak diperlukan karena bisa menambah beban anggaran pemerintah dari sisi premi. Saya khawatir manfaat MBG yang diterima oleh siswa berkurang karena ada tambahan premi asuransi," ujarnya.

Melihat potensi dampak negatif terhadap efektivitas dan tujuan program MBG, Bhima secara tegas meminta agar rencana kerja sama dengan perusahaan asuransi dalam skema MBG dibatalkan.

"Oleh karena itu, wacana ini harus ditolak," ujarnya.

Sudah Ada Perusahaan Berminat Jalankan Asuransi MBG

Tigor menjelaskan bahwa saat ini Badan Gizi Nasional sedang meninjau sejumlah proposal dari perusahaan asuransi yang telah menyatakan minat untuk bekerja sama memproteksi program makan bergizi gratis. Saat ini, proses peninjauan masih berlangsung untuk memilih asuransi yang paling tepat dan efisien.

Menurutnya, setelah terdapat kesepakatan ketentuan, BGN akan menyertakannya dalam perjanjian dengan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi. BGN akan menjelaskan besaran biaya asuransi hingga cakupan perlindungannya.

“Jadi satuan pelayanan itu akan kami bilang, biaya asuransi yang akan dikenakan sekian dan akan meng-cover apa saja. Jadi begitu, step-step-nya,” lanjutnya.

OJK juga telah buka suara, bahwa dua asosiasi asuransi yakni AAJI dan AAUI sedang menyusun proposal awal berisi mekanisme penyelenggaraan produk asuransi MBG.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa asosiasi telah mengidentifikasi beberapa risiko yang berpotensi terjadi pada penyelenggaraan program MBG, mulai dari tahap penyediaan bahan baku, pengolahan sampai pendistribusian kepada konsumen.

"Telah diidentifikasi beberapa risiko yang mungkin bisa didukung asuransi, yaitu risiko keracunan bagi para penerima MBG, anak sekolah, balita, ibu hamil dan menyusui," kata Ogi dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK.

Selain itu, risiko yang juga diidentifikasi antara lain adalah risiko kecelakaan bagi para pihak yang menyelenggarakan program MBG, mulai dari Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) hingga Satuan Pelayan Pemenuhan Gizi (SPPG).

"Saat ini kami sedang berkoordinasi dengan asosiasi untuk menyampaikan proposal dukungan asuransi terhadap program MBG, dan nanti kita bicarakan masalah besarnya pertanggungan dan santunan yang diberikan, serta premi yang harus dibayarkan," ujarnya.

Ogi memastikan besaran premi untuk asuransi program MBG ini tidak terlalu besar sehingga proteksi atas risiko program MBG bisa berjalan sesuai harapan.

"Karena ini menyeluruh, mungkin tidak terlalu besar sehingga bisa memenuhi harapan bagi risiko-risiko untuk keracunan makanan atau kecelakaan kerja," pungkasnya.

Badan Gizi Nasional mencatat setidaknya terdapat 6 kasus kejadian keracunan dalam penyelenggaraan program MBG yang dialami oleh 327 siswa sejak program MBG dijalankan pada Januari 2025.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper