Bisnis.com, JAKARTA – Para pengambil kebijakan Federal Reserve memilih untuk tetap mempertahankan suku bunga sambil mencermati dampak kebijakan tarif dari Presiden Donald Trump serta arah negosiasi dagang yang masih belum pasti.
Namun sejauh ini, data ekonomi belum memberi mereka kepastian yang diharapkan.
Langkah ini bertolak belakang dengan tekanan Donald Trump yang terus meminta agar The Fed segera memangkas suku bunga acuan.
Presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee mengatakan para pejabat lebih memilih untuk bertahan, namun data ekonomi yang masuk belum memberikan justifikasi bahwa pemangkasan suku bunga dibutuhkan.
“Kami menghadapi banyak kebisingan dalam data dan berusaha mencari benang merah di antaranya,” jelas Goolsbee dalam wawancara dengan NPR, seperti dilansir Reuters, Kamis (15/5/2025).
Contoh terbaru adalah data inflasi yang dirilis Selasa (13/5/2025). Indeks harga konsumen hanya naik 2,3% pada April—kenaikan tahunan paling rendah dalam empat tahun. Namun inflasi inti, yang mengecualikan makanan dan energi, tetap tinggi di 2,8%, sama seperti bulan sebelumnya dan masih jauh dari target inflasi The Fed di 2%.
Baca Juga
“Kami terus mendapatkan angka-angka yang memberi kesan bahwa semuanya berjalan baik,” ujar Goolsbee, yang juga merupakan anggota pemilik hak suara dalam penetapan suku bunga.
Namun dia mengatakan bahwa tidak realistis bagi dunia usaha atau bank sentral untuk menarik kesimpulan jangka panjang dalam situasi yang sangat fluktuatif seperti ini.
The Fed telah mempertahankan suku bunga Federal Fund Rate (FFR) di kisaran 4,25%-4,50% selama tiga pertemuan terakhir tahun ini. Ketua The Fed Jerome Powell pekan lalu menegaskan bahwa tidak ada urgensi untuk mengubah kebijakan tersebut dalam waktu dekat.
Nada serupa disampaikan Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, saat berbicara di hadapan Asosiasi Bankir California.
“Kami berada dalam posisi yang baik untuk merespons apapun yang akan terjadi. Kesabaran adalah kata kunci saat ini,” katanya.
Pemerintah Trump menaikkan tarif impor ke level tertinggi sepanjang sejarah, namun sebagian kebijakan itu kini ditunda atau dibatalkan. Beberapa sektor seperti elektronik dikecualikan, namun sektor lain seperti farmasi masih berisiko dikenai bea tambahan.
Kebijakan yang berubah-ubah ini menyulitkan The Fed dalam mengukur dampaknya terhadap inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan pasar tenaga kerja.
Daly mencatat, meski kekhawatiran meningkat di kalangan pelaku usaha, belum tampak bukti bahwa mereka mengurangi belanja atau investasi.
“Jika Anda berada di wilayah wisata seperti Nevada atau Las Vegas, Anda mungkin khawatir karena turis internasional berkurang,” katanya.
Namun, tambahnya, di negara bagian lain seperti Utah atau Alaska, masih ada aktivitas yang cukup menjanjikan bagi perekonomian.
“Kita punya pertumbuhan yang solid, pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi yang mulai menurun,” tutupnya.
Wakil Ketua The Fed Philip Jefferson juga menggambarkan pasar tenaga kerja yang “solid” dan menyatakan bahwa kontraksi ekonomi kuartal pertama mungkin terdistorsi oleh data impor.
Namun ia mengakui bahwa sentimen bisnis dan rumah tangga menurun, dan ia kini “mengamati dengan sangat hati-hati tanda-tanda pelemahan aktivitas ekonomi dalam data riil.”
Jefferson juga memperingatkan bahwa inflasi bisa kembali menguat akibat kebijakan tarif.
“Jika tarif yang telah diumumkan sejauh ini terus diberlakukan, hal itu kemungkinan akan menghambat proses disinflasi dan memicu kenaikan harga, setidaknya sementara,” ujarnya.
Pasar kini memperkirakan The Fed akan mendapat kejelasan yang dibutuhkan pada September, saat pemangkasan suku bunga pertama diharapkan mulai dilakukan.
Trump Terus Mendesak
Di sisi lain, Donald Trump kembali mendesak Ketua The Fed Jerome Powell agar segera menurunkan suku bunga, menyusul rilis data inflasi April 2025 yang lebih rendah dari perkiraan pasar.
“Tidak ada inflasi. Harga bensin, energi, bahan makanan, dan hampir semua kebutuhan lainnya TURUN!!! The Fed harus memangkas suku bunga, seperti yang dilakukan Eropa dan China. Apa masalah Powell yang selalu terlambat?” tulis Trump melalui akun media sosialnya, dikutip Bloomberg, Rabu (14/5/2025).
Trump menilai kebijakan moneter yang diambil The Fed tidak sejalan dengan kesiapan ekonomi AS untuk tumbuh lebih cepat.
“Biarkan semuanya berjalan, hasilnya akan menjadi indah!” ujarnya.
Pernyataan itu muncul setelah laporan inflasi terbaru menunjukkan indeks harga konsumen (IHK) hanya naik 0,2% pada April—lebih rendah dari proyeksi untuk bulan ketiga berturut-turut.
Barang-barang yang selama ini diperkirakan paling terdampak oleh tarif justru mencatatkan kenaikan harga yang relatif ringan. Sementara itu, harga di sektor jasa seperti tiket penerbangan, penginapan, dan hiburan juga mengalami penurunan—indikasi turunnya permintaan terhadap konsumsi non-esensial.
Meski demikian, para ekonom memperingatkan bahwa dampak kenaikan tarif kemungkinan baru akan terlihat dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini membuat The Fed diperkirakan masih akan menahan diri untuk tidak buru-buru memangkas suku bunga.
Pelaku pasar saat ini memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan Juni dan Juli, sebelum kemungkinan memangkasnya pada September dan Desember.