Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Shinta Widjaja Kamdani

Chair of B20 Indonesia, CEO Sintesa Group

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Mendorong Aksi Bisnis untuk SDGs di Asia Pasifik

Lebih dari 40% populasi Asia Selatan belum memiliki akses ke sanitasi layak, sementara jutaan warga di Asia Tenggara masih kesulitan mengakses air bersih.
Blended finance bisa menjadi cara untuk mempercepat program SDGs/The World Economic Forum
Blended finance bisa menjadi cara untuk mempercepat program SDGs/The World Economic Forum

Bisnis.com, JAKARTA - Dengan waktu yang hanya 5 tahun tersisa menuju 2030, tenggat waktu komitmen global Sustainable Development Goals (SDGs), dunia dihadapkan pada urgensi solusi yang tidak main-main.

Kesenjangan investasi sebesar US$1,5 triliun per tahun untuk mencapai target aspirasional SDGs, bukan sekadar angka; itu adalah warning untuk kita semua, bahwa pendekatan konvensional - business as usual, tidak lagi cukup. Dunia butuh strategi baru dengan kombinasi kolaborasi, ketegasan dan kepemimpinan kolektif sektor bisnis.

Asia Pasifik, sebagai wilayah yang menyumbang lebih dari 60% PDB global, menyimpan potensi transformatif sekaligus tantangan struktural yang kompleks. Lebih dari 400 juta orang di kawasan ini masih hidup dalam kemiskinan.

Ketimpangan distribusi sumber daya, rendahnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan layak, serta terbatasnya perlindungan sosial memperlebar jurang yang menghambat inklusi dan keadilan. Lebih dari 40% populasi Asia Selatan belum memiliki akses ke sanitasi layak, sementara jutaan warga di Asia Tenggara dan Pasifik masih kesulitan mengakses air bersih.

Krisis ini diperparah oleh pertumbuhan penduduk yang pesat, urbanisasi tanpa perencanaan, serta perubahan iklim yang kian ekstrem. Infrastruktur terbatas dan tata kelola sumber daya yang lemah menghambat upaya perbaikan. Sektor bisnis tidak bisa lagi berdiri di pinggir tetapi harus menjadi lokomotif pembawa perubahan.

Dari Komitmen Menuju Aksi Nyata

Pada April 2025 lalu, para pemimpin bisnis Asia Pasifik berkumpul dalam Asia Pacific Business Forum yang diselenggarakan United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UN ESCAP)—satu dari lima komisi regional di bawah PBB dan bertugas mempromosikan kerja sama ekonomi dan sosial di kawasan Asia dan Pasifik. Pertemuan tersebut menelurkan Kuala Lumpur Business Leaders’ Declaration.

Akan tetapi, tentu saja visi yang terangkum dalam seruan bersama tersebut membutuhkan aksi. Lima pilar utama dari deklarasi tersebut memberikan arah yang jelas untuk diterjemahkan menjadi implementasi yang sistematis dan terukur. Pertama, terkait energi hijau.

Transformasi energi harus menjadi prioritas strategis perusahaan dengan mengubah pola konsumsi, mempercepat adopsi energi terbarukan, dan berinvestasi dalam teknologi efisiensi energi. Kedua, infrastruktur berkelanjutan. Sektor bisnis punya peran signifikan dalam percepatan me pembangunan infrastruktur tahan iklim melalui kemitraan publik-swasta, serta memastikan rantai pasok dan fasilitas bisnis mematuhi standar bangunan hijau.

Ketiga, terkait inclusive financing yang jadi persoalan di emerging economies. Bahwa pembiayaan berkelanjutan harus menyentuh sektor informal dan grass root. Dunia usaha bisa berperan dengan mengembangkan skema pembiayaan mikro, modal ventura sosial, dan dukungan kepada UMKM serta inovator lokal.

Keempat, inovasi digital. Perusahaan teknologi dapat menjadi katalisator transformasi sosial dengan membangun platform terbuka, memperluas edukasi digital, dan menciptakan solusi berbasis data yang inklusif. Terakhir, circular economy —karena model bisnis linier tidak lagi relevan. Dengan begitu perusahaan harus mendesain ulang proses produksi, konsumsi, dan manajemen limbah agar lebih regeneratif dan efisien sumber daya.

Namun, sektor bisnis kerap terbentur masalah klasik terkait regulasi dan insentif yang masih belum berpihak. Tapi dalam konteks krisis iklim dan ketimpangan sosial yang akan menjadi bom waktu, aksi harus mendahului kebijakan. Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian untuk menjadi pelopor—mengambil risiko, memimpin kolaborasi, dan mengubah ambisi menjadi hasil nyata.

Asia Pasifik memiliki seluruh modal yang dibutuhkan untuk memimpin transformasi global: kapital yang kuat, talenta unggul, dan jaringan kolaboratif yang luas. Namun semua itu akan sia-sia jika tidak diterjemahkan ke dalam investasi yang berdampak, proyek yang terukur, dan inovasi yang dapat direplikasi lintas negara. Untuk itu, jaringan ESCAP Sustainable Business Network yang digawangi UNESCAP bisa menjadi motor penggerak untuk akselerasi pencapaian di kawasan Asia Pasifik.

Karena jaringan bisnis regional yang didirikan UNESCAP tersebut beranggotakan sektor bisnis terkemuka dari 53 negara anggota Asia Pasifik, dan berfokus pada tiga hal strategis. Yakni mendorong pembiayaan sektor swasta untuk transisi energi dan pengurangan emisi, mempercepat dekarbonisasi rantai pasok melalui pelacakan dan pelaporan emisi yang lebih akurat, serta membangun ekosistem ekonomi sirkular yang memperkuat efisiensi dan ketahanan sumber daya.

Selain itu, untuk memperkuat transformasi bisnis yang selaras dengan SDGs, ESBN telah memiliki strategic tools lewat inisiatif Green Deal for Business sebagai framework untuk membantu sektor bisnis Asia Pasifik mengintegrasikan prinsip-prinsip SDGs secara praktis ke dalam business model.

Agar perusahaan lebih mudah memetakan strategi dekarbonisasi, efisiensi sumber daya, dan inovasi berbasis inklusi sosial. Green Deal for Business bertujuan mendorong transformasi sistemik yang menyeimbangkan aspek profit dengan tujuan keberlanjutan.

ESBN sebagai wadah jaringan bisnis kawasan punya peran signifikan, tidak hanya menjadi fasilitator dialog, tetapi juga penghubung antara komitmen keberlanjutan dan key stakeholders investasi global.

Memperluas kemitraan dengan Global Investors for Sustainable Development (GISD) Alliance yang didirikan PBB— di mana sektor bisnis Indonesia menjadi salah satu dari 30 anggota, bisa membuka peluang sektor bisnis Asia Pasifik untuk mengakses pembiayaan hijau berbasis SDGs.

Asia Pasifik memiliki potensi untuk menjadi pelopor transformasi global. Tetapi untuk itu, kita membutuhkan lebih dari sekadar niat semata. Kita membutuhkan investasi pada solusi yang inovatif, kolaborasi lintas sektor, disertai aksi yang visioner dan tangible. Sudah saatnya sektor bisnis menjadi yang terdepan dalam memimpin gerakan transformatif menuju masa depan dunia yang adil, tangguh, dan berkelanjutan.

Deklarasi Kuala Lumpur telah memberi kita peta jalan. Jaringan seperti ESCAP Sustainable Business Network telah menyediakan platform. Kini, giliran kita untuk bertindak. Saatnya investasi diarahkan ke sektor yang berdampak.

Saatnya inovasi melampaui teknologi dan menjadi strategi kolektif. Saatnya keberanian tidak lagi jadi jargon konferensi, tetapi menjadi fondasi keputusan bisnis sehari-hari. Karena pada akhirnya, sejarah tidak mencatat mereka yang hanya menunggu. Sejarah ditulis oleh mereka yang berani melangkah lebih dulu—yang menjadikan krisis sebagai peluang, dan tantangan sebagai titik tolak kemajuan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper