Bisnis.com, JAKARTA — Istana Kepresidenan ikut menanggapi kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank yang menjerat PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex (SRIL).
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut kasus Sritex yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung membuktikan bahwa kerja keras pemberantasan korupsi harus ditegakkan.
Prasetyo berpesan, penegak hukum harus menindak siapapun yang terlibat dalam kasus Sritex selama didukung dengan bukti yang kuat.
"Mohon maaf, terbukti dengan penyelewengan-penyelewengan tersebut membuat perusahaan tak berjalan semestinya. Akibat ekonominya industri tekstil kita bermasalah. Padahal ada faktor manajemen pemiliknya," terangnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Selain mengenai dugaan skandal petinggi Sritex, Prasetyo menyoroti bahwa kasus tersebut menjadi alarm soal praktik penyaluran kredit perbankan yang tidak sesuai. Sebagaimana diketahui, pada kasus Sritex, terdapat beberapa perbankan milik negara dan daerah yang diduga terlibat.
"Ini juga alarm banyak juga 'oknum' perbankan kita yang memberikan kredit tidak seharusnya. Ini bukan kasus ringan, bagaimanapun Sritex merupakan perusahaan yang dikenal," terang politisi Partai Gerindra itu.
Baca Juga
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex (SRIL).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, tiga tersangka itu yakni bekas Direktur Utama (Dirut) dan Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto (ILS).
Kemudian, mantan Dirut PT Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM) dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. alias BJB (BJBR) Dicky Syahbandinata (DS).
"Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap DS, ZM dan terhadap ISL, pada hari ini Rabu tanggal 21 Mei 2025 Penyidik Pada Jampidsus Kejagung RI menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka," ujarnya di Kejagung, Rabu (21/5/2025).
Kejagung menduga tersangka dari pihak perbankan memberikan kredit kepada Sritex tanpa mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tidak sesuai prosedur. Padahal, raksasa tekstil itu berada di bawah standar perusahaan yang bisa diberikan pinjaman dana.
Belakangan, seperti diketahui, Sritex akhirnya dinyatakan pailit berdasarkan putusan kasasi dan resmi menghentikan operasinya pada tahun ini.
Kasus itu lalu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp692 miliar akibat penyaluran kredit yang melawan hukum itu.
Sementara itu, Iwan Setiawan sebagai penerima pinjaman kredit itu malah menggunakannya untuk membayar utang Sritex ke pihak ketiga. Kemudian, anak pengusaha asal Solo sekaligus pendiri Sritex, HM Lukminto itu juga telah membelanjakan uang kredit untuk membeli aset nonproduktif seperti tanah di Solo dan Yogyakarta.
"Untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya," pungkas Qohar.