Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Tekstil Butuh Gas Murah (HGBT) di Tengah Gempuran Impor

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mendorong pemerintah untuk memasukkan industri padat karya ke dalam sektor prioritas penerima harga gas murah (HGBT).
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus mendorong pemerintah untuk memasukkan industri padat karya tersebut ke dalam sektor prioritas penerima harga gas bumi tertentu (HGBT) atau gas murah untuk industri. 

Saat ini, HGBT hanya menyasar ke 7 sektor merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan pihaknya sudah mengajukan industri TPT untuk mendapatkan gas murah tersebut, tapi belum membuahkan hasil positif. 

“Tekstil udah mengajukan HGBT, cuma kan nggak di-approve. Sampai sekarang belum ada,” kata Redma saat ditemui Bisnis di Kompleks Parlemen DPR RI, Senin (27/5/2025). 

Kendati demikian, hingga saat ini industri tekstil hulu yang memproduksi bahan polimer sebagai bahan baku tekstil telah mendapatkan HGBT. Namun, harga gas murah tersebut belum menyeluruh dimanfaatkan oleh industri dari hulu ke hilir.

Padahal, penggunaan gas sebagai energi untuk produksi TPT sangat penting guna menjaga efisiensi dan daya saing produk di tengah gempuran barang impor murah yang masuk ke pasar domestik. Apalagi, tren industri berbasis green energy makin disorot saat ini.

Kendati demikian, Redma menuturkan, bahwa sebagai pengguna HGBT di hulu tekstil, manfaatnya belum dirasakan besar lantaran pengenaan Alokasi Gas untuk Industri Tertentu (AGIT).

“Itu pun kan juga HGBT-nya nggak dapet 100% kalau tahun kemarin ya, jadi kita minta yang perpanjangan tahun ini kita minta 100%, soalnya kalau tahun-tahun kemarin dapetnya 60% dari kontrak, sisanya harga normal,” tuturnya. 

Dalam hal ini, pihaknya telah berdiskusi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian untuk memberikan kuota HGBT 100% sesuai kontrak. 

“Yang jadi masalah sekarang harga normalnya kan US$12 per MMbtu, nah kalau yang HGBT nggak bisa dapet harga normal, harus harga regasifikasi, regasifikasi US$17 per MMbtu, yang ini 60%-nya dapet harga US$7 per MMbtu [HGBT],jadi lebih mahal daripada harga itu,” tuturnya. 

Di sisi lain, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendesak percepatan pembangunan infrastuktur sambungan pipa gas bumi untuk menjangkau ke wilayah sentra produksi tekstil dan produk tekstil (TPT) di Bandung dan Solo. 

Ketua Umum API Jemmy Kartiwan mengatakan, kebutuhan energi gas saat ini menjadi salah satu masalah di industri TPT, pasalnya seluruh produsen tekstil dunia mulai beralih menggunakan energi hijau, salah satunya gas. 

"Sedangkan di Indonesia kita punya sumber gas yang cukup besar, cuma masaahnya infrastruktur atau pipa gas untuk mencapai sentra industri TPT yang berada di Bandung Raya dan Solo Raya ini belum tersambung," kata Jemmy dalam RDPU di Badan Legislasi DPR RI, Senin (26/5/2025). 

Dalam paparan API menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan harga gas yang tinggi di antara produsen TPT dunia sehingga beban biaya produksi besar.

Apalagi, negara kompetitor utama seperti Bangladesh, Vietnam, Malaysia disebut telah menikmati harga gas yang sangat murah sehingga lebih efisien dan kompetitif. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper