Bisnis.com, JAKARTA – Upaya Presiden Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor luas terhadap negara-negara dengan surplus dagang terhadap AS resmi diblokir oleh pengadilan, yang berpotensi mengubah arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat.
Melansir Reuters, Kamis (29/5/2025), Pengadilan Perdagangan Internasional menyatakan bahwa presiden telah bertindak melampaui batas kewenangannya, dan bahwa kekuasaan untuk mengatur perdagangan luar negeri sepenuhnya berada di tangan Kongres.
“Pengadilan tidak menilai apakah penggunaan tarif oleh Presiden itu bijak atau efektif. Yang jelas, undang-undang tidak mengizinkannya,” tulis panel tiga hakim dalam putusan tersebut.
Pemerintahan Trump langsung mengajukan pemberitahuan banding, mempertanyakan kewenangan pengadilan untuk menilai langkah darurat presiden. Kasus ini bisa berakhir di Mahkamah Agung, tergantung hasil banding di Pengadilan Banding Federal di Washington DC.
Kebijakan tarif merupakan senjata utama Trump dalam perang dagangnya dan menjadi alat untuk menekan mitra dagang, menghidupkan kembali industri manufaktur domestik, dan memangkas defisit perdagangan barang AS yang kini mencapai US$1,2 triliun.
Namun, pengadilan menilai bahwa alasan darurat nasional tidak cukup untuk membenarkan tindakan sepihak tersebut di bawah Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).
Baca Juga
Dalam pernyataan resminya, juru bicara Gedung Putih Kush Desai menyebut defisit perdagangan menghancurkan komunitas Amerika, merugikan tenaga kerja, dan melemahkan basis industri pertahanan.
"Bukanlah tugas hakim yang tidak terpilih untuk memutuskan bagaimana cara mengatasi keadaan darurat nasional dengan baik," ujar Kush Desai.
Reaksi pasar tergolong positif. Dolar AS melonjak terhadap euro, yen, dan franc Swiss, sementara indeks saham di Wall Street dan Asia ikut menguat.
Putusan ini berasal dari dua gugatan hukum—satu dari lima pelaku usaha kecil yang diwakili Liberty Justice Center, dan satu lagi dari koalisi 13 negara bagian yang dipimpin Jaksa Agung Oregon, Dan Rayfield. Para penggugat menyebut tarif Trump sebagai kebijakan sembrono yang mengancam kelangsungan usaha mereka dan stabilitas ekonomi secara luas.
Rayfield menyambut baik putusan tersebut dengan menyatakan bahwa “keputusan perdagangan tidak bisa dibuat sesuka hati presiden.”
Trump merupakan presiden pertama yang menggunakan IEEPA untuk menetapkan tarif dagang. Biasanya, undang-undang ini digunakan untuk membekukan aset atau menjatuhkan sanksi kepada musuh negara.
Departemen Kehakiman sebelumnya meminta agar gugatan ditolak, dengan alasan bahwa penggugat belum dirugikan secara langsung dan hanya Kongres yang dapat menggugat status darurat nasional yang ditetapkan presiden.
Tarif tersebut diumumkan pada awal April dengan besaran 10% untuk semua impor dan tarif tambahan hingga 54% bagi negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS, terutama China.
Namun, dalam waktu sepekan, sebagian tarif ditangguhkan menyusul kesepakatan sementara antara AS dan China yang menurunkan tarif selama 90 hari sambil menyusun perjanjian jangka panjang.