Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Pajak Kurang Rp1.2456,3 Triliun, Kemenkeu: Tidak Ada Kebijakan Baru

Kemenkeu belum keluarkan kebijakan pajak baru meski target pajak 2025 kurang Rp1.245,6 triliun. Fokus pada regulasi dan pengawasan yang ada. Celios usulkan pajak progresif untuk tingkatkan penerimaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (keempat kanan), Wakil Menteri Anggito Abimanyu (dari kanan), Wakil Menteri Suahasil Nazara, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budi Utama, Wakil Menteri Thomas Djiwandono, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto Sastrosuwito, dan Dirjen Anggaran Luky Alfirman berbincang sebelum konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).  / Bisnis-Arief Hermawan P.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (keempat kanan), Wakil Menteri Anggito Abimanyu (dari kanan), Wakil Menteri Suahasil Nazara, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budi Utama, Wakil Menteri Thomas Djiwandono, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto Sastrosuwito, dan Dirjen Anggaran Luky Alfirman berbincang sebelum konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). / Bisnis-Arief Hermawan P.

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum akan mengeluarkan kebijakan pajak baru kendati celah penerimaan pajak dengan target 2025 masih sangat besar. 

Sekadar catatan, realisasi penerimaan pajak pada semester I/2025 baru mencapai Rp831,27 triliun. Sementara itu, Kemenkeu menetapkan outlook penerimaan pajak sebesar Rp2.076,9 triliun sehingga otoritas harus bisa mengumpulkan Rp1.2456,3 triliun selama semester II/2025 agar target tahun ini bisa tercapai.

Kendati demikian, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal menjelaskan bahwa pemerintah hanya akan fokus pada implementasi regulasi yang sudah diterbitkan serta optimalisasi pengawasan untuk mengejar target penerimaan 2025.

Dia mengatakan sebagian besar kebijakan pajak yang direncanakan tahun ini telah selesai diterbitkan, seperti yang terbaru terkait perubahan mekanisme perpajakan atas aset kripto dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025. Saat ini, pemerintah memilih memprioritaskan tahap pelaksanaan dan evaluasi aturan-aturan yang sudah ada.

“Tahun ini tinggal 4 atau 5 bulan lagi. Rasanya tidak ada regulasi signifikan yang baru akan terbit. Kalaupun ada, lebih banyak mengatur administrasi, bukan substansi material perpajakan,” ujar Yon dalam diskusi di Kantor Celios, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Administrasi yang dimaksud antara lain aturan teknis yang sifatnya melengkapi kebijakan yang sudah berlaku. Sementara untuk substansi material, tidak ada perubahan berarti hingga akhir tahun.

“Semester II ini kita fokus untuk mengelaborasi, mengintensifkan, menggali potensi, dan pengawasan yang sudah ada. Ini menjadi tugas rutin Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan target pajak bisa direalisasikan,” tutupnya.

Potensi Penerimaan dari Sumber Pajak Baru

Sementara itu, Center of Economics and Law Studies (Celios) mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan negara hingga Rp524 triliun setiap tahun dari sumber-sumber pungutan pajak baru.

Temuan itu diungkapkan Celios dalam publikasi bertajuk Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang.

Direktur Kebijakan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar menilai pemerintah semakin bergantung pada pajak konsumsi yang regresif seperti pajak pertambahan nilai (PPN). Misalnya kontribusi PPN mencapai Rp819 triliun atau 36,7% dari total penerimaan pajak pada 2024.

Masalahnya, sambung Media, PPN lebih menekan rakyat kecil yang hampir seluruh pendapatannya dipakai untuk konsumsi—beda dengan para kelompok kaya yang pendapatannya hanya sebagian kecil untuk konsumsi.

"Coba bayangkan Rafi Ahmad, Deddy Corbuzier, mereka punya uang triliunan rupiah, mereka gak mungkin spending Rp1 miliar per hari. Mereka hanya bisa spending sedikit uang secara persentase dari total pendapatan mereka. Berbeda dengan masyarakat miskin, yang menghabiskan bahkan 120% dari pendapatannya untuk spending, 20%-nya datang dari hutang," ujar Media dalam agenda peluncuran publikasi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Oleh sebab itu, dia melihat pemerintah hanya gagah di hadapan rakyat kecil tapi kurang bernyali di hadapan super kaya. Celios pun mendorong agar pemerintah menerapkan pajak progresif.

Mereka mengidentifikasi sebelas sumber potensi penerimaan baru yang lebih progresif. Pertama, tinjauan ulang insentif pajak yang tidak tepat sasaran dengan potensi penerimaan capai Rp137,4 triliun per tahun.

Kedua, penerapan pajak kekayaan. Berdasarkan perhitungan Celios, potensi penerimaan negara dari pajak kekayaan hanya dari 50 orang terkaya di Indonesia saja mencapai Rp81,6 triliun per tahun.

Ketiga, pajak karbon dengan potensi penerimaan mencapai Rp76,4 triliun per tahun. Keempat, pajak produksi batu bara dengan potensi penerimaan sebesar Rp66,5 triliun per tahun.

Kelima pajak windfall profit atau pungutan atas kenaikan laba berturut-turut akibat lonjakan harga komoditas sektor ekstraktif dengan potensi penerimaan Rp50 triliun per tahun. Keenam, pajak pengurangan keanekaragaman hayati dengan potensi Rp48,6 triliun per tahun.

Ketujuh, pajak digital dari perusahaan jasa digital besar dengan potensi penerimaan capai Rp29,5 triliun per tahun. Kedelapan, peningkatan tarif pajak warisan dengan potensi penerimaan Rp20 triliun per tahun.

Kesembilan, pajak kepemilikan rumah ketiga dengan potensi penerimaan Rp4,7 triliun per tahun. Kesepuluh, kenaikan tarif pajak capital gain atau keuntungan dari saham dan aset finansial lainnya sebesar Rp7 triliun per tahun.

Kesebelas atau terakhir yaitu cukai minuman berpemanis dalam kemasan, yang dinilai dapat mendukung kesehatan publik sekaligus menambah potensi penerimaan hingga Rp3,9 triliun.

"Ini kalau kita total dengan pendekatan yang progresif atau optimis, itu kita bisa mendapat penerimaan hingga Rp524 triliun. Saya kira sangat besar kalau setiap tahun kita bisa memaksimalkan angka hingga Rp524 triliun," ujar Peneliti Celios Jaya Darmawan pada kesempatan yang sama.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro