Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah Daulat Pangan 2025: Peran Petani Champion Ambarawa Jaga Ketersediaan dan Harga Cabai

Program Champion Cabai bertujuan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga cabai, serta memberikan dukungan kepada petani dalam memasarkan produk mereka.
Pedagang menyortir cabai di pasar induk Kramat Jati, Jakarta, Minggu (16/3/2025). Bisnis/Abdurachman
Pedagang menyortir cabai di pasar induk Kramat Jati, Jakarta, Minggu (16/3/2025). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, SEMARANG — Kondisi topografi dataran tinggi acap kali memberikan keuntungan tanah subur bagi petani. Hal ini juga dirasakan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Muda Manunggal Roso yang menggarap lahan di kaki Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Berlokasi di Kelurahan Baran, Kecamatan Ambarawa, Gapoktan Muda Manunggal Roso mengedepankan penanaman cabai rawit merah. Beranggotakan 32 orang, kelompok tani itu juga berperan sebagai Petani Champion.

Program Champion Cabai merupakan sebuah program kolaborasi antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan dinas setempat untuk membina petani yang memiliki kemampuan untuk mengkonsolidasikan produksi cabai. Petani Champion bertugas untuk menggerakkan petani lain di wilayahnya serta mengatur pola tanam dan koordinasi terkait penanaman.

Program ini bertujuan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga cabai, serta memberikan dukungan kepada petani dalam memasarkan produk mereka.

Jupriono (43), selaku bendahara di Petani Champion Muda Manunggal Roso mengatakan, pihaknya lebih memilih menanam sayuran khususnya cabai bukan tanpa alasan. Menurutnya, keputusan ini diambil dengan pertimbangan waktu panen yang lebih singkat dan keuntungan yang lebih menjanjikan.

Dia menuturkan, untuk 2025 ini, pihaknya mengelola lahan seluas 7 hektare (HA) di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut untuk menanam cabai rawit merah. Jupriono mengatakan, per HA lahan itu dapat menghasilkan 9 ton. Artinya, secara total kelompok itu bisa menghasilkan 63 ton cabai rawit merah.

"Kalau di wilayah sini, kalau satu pohon itu menghasilkan 0,5 kg. Dari satu hektare kami di sini itu menanam 18.000 tanaman. Berarti tinggal dikalikan, itu rata-rata 0,5 kg kali 18.000 sama dengan 9 ton untuk satu kali musim panen," jelas Jupriono saat ditemui Bisnis, Rabu (4/6/2025).

Dia mengaku mendapat sejumlah manfaat usai menjadi Petani Champion. Salah satunya, para petani mendapat ilmu terkait pola tanam.

Selain itu, para petani juga mendapat bantuan dari Pemprov Jawa Tengah berupa mulsa, pupuk, benih, hingga perangkap likat kuning.

Jupriono mengatakan, sebagai Petani Champion, pihaknya punya kewajiban menjual cabai itu dengan harga di bawah pasar. Jupriono merinci, jika harga cabai di pasar menyentuh level Rp57.000 per kg, maka pihaknya menjual dengan harga Rp5.000 lebih rendah.

Dengan kata lain, saat harga cabai rawit di pasaran mencapai Rp57.000 per kg, pihaknya harus menjual seharga Rp52.000. Menurutnya, hal ini dilakukan demi menjaga harga.

"Kami membantu untuk stabilisasi harga, itu kita kerjasama dengan Pemprov Jawa Tengah. Kebetulan untuk bantuan cabai dari APBD Provinsi Jawa Tengah," ujarnya.

Cabai Kering jadi Solusi Saat Harga Anjlok

Jupriono tak menampik harga cabai acap kali naik turun. Oleh karena itu, para petani pun memiliki siasat tersendiri, salah satunya dengan memproduksi cabai kering.

Dia menjelaskan, saat harga cabai sedang anjlok ke level Rp10.000 per kg, pihaknya bakal menyulap komoditas itu dalam bentuk kering kemasan. Hal ini dilakukan agar cabai tak terbuang dan petani tidak rugi.

Adapun untuk memproduksi 1 kg cabai kering dibutuhkan sekitar 4 hingga 5 kg cabai segar. Dengan asumsi harga cabai jatuh ke level Rp10.000 per kg, artinya modal untuk produksi cabai kering mencapai sekitar Rp50.000.

Sementara, harga jual cabai kering mencapai Rp100.000 per kg. Dengan begitu, petani akan tetap mendapat untung besar.

Jupriono pun mengatakan pihaknya mendapat bantuan dari Bank Indonesia (BI) untuk pengadaan pengering cabai tersebut.

"Dengan pengeringan yang tadi sudah dibantu Bank Indonesia dengan sistem pakai gas. Itu dari basah ke kering 24 jam," katanya.

Selain memproduksi cabai kering kemasan, pihaknya juga mampu menghasilkan cabai dalam bentuk serbuk.


Tantangan Bertani Cabai

Memproduksi cabai tentu bukan tanpa tantangan. Jupriono mengatakan, pihaknya menghadapi tantangan seperti musim hujan yang tak menentu.

Maklum, curah hujan tinggi dapat membunuh tanaman cabai. Hal ini pun tentunya bakal membuat harga cabai melonjak.

Keadaan tersebut pun menjadi pekerjaan rumah bagi Petani Champion dalam mengontrol harga.

Tak hanya itu, pihaknya juga masih harus menghadapi tantangan berupa serangan patek atau jamur menyerang cabai.

"Ada serangan patek, ada layu fusarium, ada virus kuning, terus busuk batang," tutur Jupriono.

Adapun untuk menyiasati musim hujan, pihaknya membuat bedengan. Bedengan merupakan lahan pertanian yang dibuat meninggi untuk memudahkan perawatan dan pertumbuhan tanaman, serta meningkatkan drainase dan sirkulasi udara.

"Terus kamu kurangi untuk pupuk kimianya. Terus nanti untuk pestisidanya yang kami tingkatkan," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper