Bisnis.com, JAKARTA — Operasi pengangkutan bijih nikel dari kawasan Raja Ampat kembali memicu sorotan. Salah satu yang menyita perhatian publik adalah keberadaan kapal-kapal bernama JKW Mahakam dan Dewi Iriana, yang diduga digunakan dalam distribusi nikel dari Pulau Gag, Papua Barat Daya.
Nama-nama kapal tersebut memunculkan spekulasi publik di media sosial, karena mirip dengan inisial Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan istrinya, Iriana. Namun, data resmi menunjukkan bahwa kedua armada tersebut tidak terkait langsung dengan keluarga mantan presiden.
Direktur The National Maritime Institute Siswanto Rusdi menyampaikan bahwa penggunaan nama-nama tersebut pasti memiliki tujuan tertentu.
"Kalau dalam ranah hukum, ada yang namanya mens rea. Dari banyaknya nama yang ada, kenapa mereka [pemilik kapal] menggunakan nama-nama itu?" ujarnya kepada Bisnis, Senin (6/9/2025).
Siswanto menyampaikan bahwa di industri pelayaran, penggunaan nama kapal - dalam hal ini JKW Mahakam dan Dewi Iriana - pasti memiliki tujuan tertentu misalnya perlindungan agar tidak 'diganggu' oleh pihak lainnnya.
Adapun, mengacu informasi dari Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Senin (9/6/2025), sedikitnya terdapat delapan unit kapal yang menggunakan nama JKW Mahakam.
Baca Juga
Dari jumlah tersebut, empat unit kapal, yakni JKW Mahakam 1, 3, 6, dan 10 dimiliki oleh PT Pelita Samudera Sreeya (PSS), anak usaha emiten pelayaran PT IMC Pelita Logistik Tbk. (PSSI).
Adapun, PT IMC Pelita Logistik Tbk. (PSSI) tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan bergerak di sektor logistik laut untuk angkutan komoditas tambang seperti nikel dan batu bara.
Per akhir Maret 2025, PT Indoprima Marine tercatat sebagai pemegang saham mayoritas PSSI sebesar 43,83%. Indoprima Marine dikendalikan oleh PT Himpunan Primajaya, dengan dua nama yang tercatat sebagai pemilik akhir adalah Constant Marino Ponggawa dan Al Hakim Hanafiah.
Aset dan Kinerja IMC Pelita Logistik
Menilik laporan keuangan di laman resmi BEI per 31 Maret 2025, total aset IMC Pelita Logistik (PSSI) tercatat sebesar US$187,62 juta atau Rp3,09 triliun (asumsi kurs Rp16.500 per dolar AS). Nilai aset itu susut dibandingkan US$189,56 juta per akhir Desember 2024.
Adapun, total liabilitas perseroan tercatat sebesar US$29,82 juta, sedangkan ekuitasnya senilai US$157,79 juta.
Secara terperinci, PSSI memiliki 31 kapal tunda, 26 tongkang, 5 kapal curah besar, 2 tongkang derek apung dan 2 fasilitas muatan apung.
Ditinjau kinerja keuangannya, PSSI membukukan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar US$15,02 juta per kuartal I/2025. Angka turun 27,32% secara year-on-year (YoY) dibandingkan periode sama 2024 sebesar US$20,67 juta.
Kemudian, beban pokok PSSI tercatat sebanyak US$12,93 juta per akhir Maret 2025, atau susut dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$13,96 juta.
Alhasil, setelah dikurangi beban dan biaya-biaya lainnya, PSSI justru membukukan kerugian sebesar US$464.503 pada tiga bulan pertama 2025, dibandingkan periode sama pada 2024 yang mencatatkan laba bersih US$5,17 juta.
Deretan Pemilik Kapal Lainnya
Sementara itu, dua unit kapal lainnya, yakni JKW Mahakam 5 dan 8 terdaftar atas nama PT Sinar Pasifik Lestari, sebuah perusahaan pelayaran berbasis di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Perusahaan ini juga memiliki satu unit kapal lain dengan nama Dewi Iriana.
Adapun JKW Mahakam 7 dimiliki oleh PT Permata Lintas Abadi, sebuah perusahaan yang sudah lama berkecimpung di jasa angkutan laut, terutama melayani kebutuhan logistik sektor pertambangan.
Satu unit kapal lainnya, JKW Mahakam 2, dioperasikan oleh PT Glory Ocean Lines, pelaku usaha pelayaran swasta yang berfokus pada pengiriman kargo curah.
Selain seri kapal JKW Mahakam, armada lain yang mengundang perhatian adalah kapal-kapal bernama Dewi Iriana. Data Kemenhub mencatat ada enam unit kapal dengan nama tersebut.
Dari jumlah tersebut, empat unit yakni Dewi Iriana 1, 2, 3, dan 5 juga dimiliki oleh PSS. Dua sisanya masing-masing berada di bawah kepemilikan Sinar Pasifik Lestari dan Permata Lintas Abadi.
Tak banyak informasi yang bisa digali terkait kinerja keuangan maupun aset perusahaan-perusahaan tersebut, lantaran merupakan perusahaan tertutup. Namun, sorotan terhadap kapal-kapal ini tak lepas dari kontroversi tambang nikel di Raja Ampat, wilayah yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut di Tanah Air.
Pemerintah telah menghentikan sementara aktivitas lima perusahaan pemegang IUP di kawasan itu, yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham.
Saat ini, hanya PT Gag Nikel yang telah berproduksi, sementara pemerintah masih mengevaluasi kelayakan operasional dari perusahaan lainnya, termasuk dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.