Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia Pangkas Lagi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI, Ini Saran Ekonom

Ekonom mendorong pemerintah untuk menyelesaikan utang-utang di BUMN dan menggenjot investasi untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 5% pada 2025.
Siluet warga beraktivitas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Siluet warga beraktivitas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mendorong pemerintah untuk menyelesaikan utang-utang di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan menggenjot investasi untuk dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi 5% pada 2025.

Hal tersebut dia ungkapkan merespons proyeksi terbaru Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospects (GEP) edisi Juni 2025 yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7%.

Aviliani menyebut, penurunan proyeksi pertumbuhan itu seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Dia juga mengatakan, proyeksi tersebut juga dapat terjadi jika pemerintah tidak mendorong sektor-sektor ekonomi domestik yang ada.

"Kalau kita tidak memperbaiki di dalam negeri sendiri, memang bisa jadi pertumbuhannya hanya seperti itu (dibawah 5%)," ujarnya di sela-sela acara Kick Off Young Economist Festival 2025 di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan beberapa upaya untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5% pada 2025. Pertama, menyelesaikan pembayaran utang-utang BUMN. 

Avi menuturkan, penyelesaian utang-utang BUMN perlu dilakukan sesegera mungkin agar perusahaan pelat merah dapat kembali melakukan kredit untuk pembangunan. Dia mengatakan, pertumbuhan kredit yang optimal dapat turut mengerek naik perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Kedua, pemerintah juga perlu meningkatkan investasi. Avi menuturkan, pemerintah harus memiliki sektor-sektor prioritas yang jelas untuk dikembangkan agar memiliki multiplier effect kepada perekonomian. 

"Karena multiplier effect itu ada dua, yaitu terhadap total investasi dan hasil atau terhadap kesempatan kerja. Karena bisa jadi tumbuh tinggi tapi sebenarnya tidak menciptakan lapangan kerja, lebih pada padat modal. Yang kita harapkan itu tumbuh tinggi tapi menciptakan lapangan kerja," jelas Avi.

Ketiga, pemerintah juga perlu meningkatkan belanja setelah program efisiensi sepanjang awal 2025. 

"Jadi yang harus dijaga itu dari investasi sama konsumsi saja. Kalau bisa dijaga, kita (pertumbuhan ekonomi) minimal 5% seharusnya bisa," tambahnya.

Avi menambahkan, sejumlah indikator ekonomi Indonesia juga masih menunjukkan hasil positif. Dia mencontohkan, angka ekspor masih cukup optimal seiring dengan banyaknya negara yang membeli batu bara dan CPO Indonesia.

Selain itu, dia menuturkan, tingkat konsumsi untuk masyarakat kelas menengah-atas serta kelas atas masih cukup baik. 

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 sebesar 4,7% dan akan melaju menuju 5% pada 2027. 

Proyeksi tersebut tercantum dalam laporan Global Economic Prospects (GEP) edisi Juni 2025. Sementara membandingkan GEP edisi Januari 2025, proyeksi tersebut lebih rendah 0,4% (sebelumnya 5,1%), namun stabil dari laporan East Asia and the Pacific Macro Poverty Oulook edisi April 2025. 

Berdasarkan GEP Juni 2025 ini, Bank Dunia mengungkapkan bahwa peningkatan ketidakpastian kebijakan perdagangan, penurunan kepercayaan, dan dampak dari melemahnya permintaan eksternal di negara-negara maju utama dan China kemungkinan akan menghambat ekspor dan investasi swasta di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. 

“Meskipun beberapa perekonomian akan mendapat manfaat dari dukungan kebijakan fiskal—seperti program pengeluaran sosial dan investasi publik di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam—dampak makroekonomi penuh dari peningkatan hambatan perdagangan, yang sulit diprediksi, dapat menghambat pertumbuhan,” demikian kutipan laporan tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper