Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) akan memitigasi dampak dari konflik Israel dan Iran yang tengah memanas dengan melakukan pengalihan rute jalan yang lebih aman.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan hingga saat ini dampak langsung yang dirasakan terhadap harga maupun pasokan minyak belum terpengaruh.
“Itu kita mitigasi kan Timur Tengah memang selalu fluktuatif di sana dan sudah terjadi beberapa kali jadi kita mitigasi dengan biasanya kalau kapal kita re-route melalui rute-rute yang aman,” kata Fadjar kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).
Dalam hal ini, dia menyebut Pertamina International Shipping dan PT Pertamina Patra Niaga yang akan menganalisis dampak lebih lanjut dari konflik Timur Tengah tersebut.
“Biasanya kalau kemaren kemaren yang beberapa konflik, biasanya caranya reroute, cari jalur pelayanan distribusi yang aman, kemudian mencari sumber-sumber negara lain yang bisa kita impor,” jelasnya.
Selain mitigasi dengan mengambil rute perjalanan impor minyak yang lebih aman, menurut dia, saat ini impor minyak mentah juga terbilang lebih fleksibel sehingga tidak terlibat dengan kontrak panjang.
Baca Juga
“Jadi kita tidak terlibat kontrak panjang, kita bisa modifikasi kalau ada gangguan di satu titik, bisa shift misalnya dari Afrika,” ujarnya.
Diberitakan Bisnis, harga minyak mentah melonjak lebih dari 12% pada Jumat (13/6/2025), setelah serangan Israel ke Iran yang meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memicu kekhawatiran gangguan pasokan energi global.
Melansir Reuters, harga minyak berjangka Brent melonjak 11,66% atau US$8,09 ke level US$77,45 per barel pada pukul 10.03 WIB, tertinggi sejak Februari 2025. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik US$8,47 atau 12,45% menjadi US$76,51 per barel.
Reli harga minyak dipicu oleh serangan Israel pada Jumat dini hari waktu setempat terhadap Iran. Media Iran juga melaporkan adanya ledakan di ibu kota Teheran.
Ketegangan meningkat seiring upaya Amerika Serikat untuk mencapai kesepakatan agar Iran menghentikan produksi material nuklir yang berpotensi digunakan untuk senjata atom.