Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Sebut Impor LNG Jadi Solusi Defisit Gas Ketimbang Batasi Ekspor

Impor LNG dinilai dapat menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi terbatasnya pasokan gas dalam negeri.
Proyek Tangguh Train 3 di Teluk Bintuni, Papua Barat - BP Indonesia
Proyek Tangguh Train 3 di Teluk Bintuni, Papua Barat - BP Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Keterbatasan pasokan gas dalam negeri disebut dapat disiasati dengan mengimpor liquefied natural gas (LNG) dari negara lain, alih-alih membatasi ekspor LNG untuk memenuhi kebutuhan domestik. 

Founder & Advisor Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto mengatakan, impor LNG terbatas menjadi salah satu solusi untuk menjamin pasokan gas domestik tanpa mengorbankan volume ekspor. 

“Dalam hal ini, terbatas, misal untuk BUMN, seperti PGN karena PGN dalam hal ini kan memang menguasai lebih dari 80%—90% infrastruktur dan jaringan transmisi distribusi gas bumi di Tanah Air,” kata Pri kepada Bisnis, Senin (16/6/2026). 

Menurut dia, pengalihan ekspor LNG dari produksi lokal untuk kebutuhan domestik tidak selalu dapat dilakukan karena volume terbatas dan sudah terikat kontrak ekspor jangka panjang.

Terlebih, jika harga domestik lebih rendah, bisa memengaruhi keekonomian pengembangan lapangan gas dan penerimaan negara. 

“Ekspor agar bisa tetap jalan dengan harga pasar karena dari ekspor itu ada bagian penerimaan negara, semakin tinggi harga ekspor, penerimaan negara semakin besar juga,” ujarnya. 

Apabila keran impor LNG dibuka bagi BUMN, dalam hal ini PGN, Pri melihat akan ada peluang untuk mendapatkan LNG impor dengan harga lebih murah karena pasar LNG global saat ini sedang relatif cukup dari sisi pasokan

“Ada LNG dari AS, Qatar, Malaysia, dan juga Australia yg sama-sama mencari peluang pasar di Asia Pasifik,” ujarnya. 

Di sisi lain, sekalipun jika LNG impor tidak lebih murah atau harganya sama, maka dari sisi jaminan keberlanjutan pasokan bagi PGN bisa lebih baik karena tidak bergantung pada keputusan alokasi ekspor ataupun domestik dari produksi LNG nasional.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga mengakui keputusan untuk mengalihkan alokasi LNG jatah ekspor demi kebutuhan domestik. Dia menerangkan bahwa pemerintah meminta agar produk gas nasional dapat diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri. 

“Tetapi kita juga harus ingat bahwa teman-teman K3S [kontraktor kontrak kerja sama] ini sebelum melakukan develop terhadap wilayah kerja mereka itu mereka sudah mencari market captive-nya dan itu kontraknya panjang,” ujar Bahlil, belum lama ini. 

Bahlil menilai kondisi defisit gas yang terjadi saat ini tidak perlu saling menyalahkan, kendati dia melihat memang terdapat ketidaktelitian dari stakeholder ketika merancang permintaan dan pasokan domestik beberapa tahun terakhir. 

“Maka kemudian apa yang terjadi sekarang di 2025 ada bagian yang harusnya kita ekspor untuk memenuhi kontrak dengan buyer dan bagiannya kita potong, ini semua dalam rangka mewujudkan apa menjadi program pemerintah,” tuturnya. 

Namun, Bahlil menyadari bahwa pengalihan LNG ekspor untuk domestik tidak dapat dilakukan terus-menerus karena dapat mengganggu kepercayaan investor. Untuk itu, dalam hal ini, dia mendorong untuk optimalisasi potensi gas yang dapat ditingkatkan dalam negeri. 

Sebelumnya, Bahlil juga mengakui terdapat potensi defisit gas beberapa tahun ke depan. Defisit gas terjadi lantaran meningkatnya konsumsi dalam negeri karena kurangnya perhitungan kebutuhan.

Kendati demikian, Bahlil menyebut setelah dilakukan reviu, seharusnya produksi gas untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri masih akan terjaga. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa tidak akan ada impor gas.

"Sampai dengan hari ini tidak ada impor gas, dan kami berusaha maksimal untuk tidak ada impor gas," kata Bahlil seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (1/5/2025).  

Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menuturkan, pada 2026 dan 2027, diperkirakan lifting gas akan meningkat. Oleh karena itu, pada 2026, sebisa mungkin tidak ada impor gas, kecuali bila terdapat situasi mendesak.  

"Terkecuali sudah sangat emergency banget, kita harus yakin bahwa yang dihasilkan dari dalam negeri bisa memenuhi dalam negeri kita," katanya. 

Di samping itu, Bahlil menyebut, pihaknya tidak akan melakukan revisi terhadap target produksi minyak dan gas bumi (migas), 1 juta barel per hari (bopd) pada 2030


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper