Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai efek rambatan dari pecahnya perang Israel-Iran yang secara langsung memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pada hari ketiga pecahnya perang di Timur Tengah tersebut secara cepat menyebabkan kenaikan harga minyak hampir 9% dari kisaran US$70 per barel, meski kini mulai mengalami koreksi ke level US$75 per barel.
Pasalnya, memanasnya Israel dan Iran ini belum lagi dikombinasikan dengan ketidakpastian tarif dari AS yang terus terjadi.
“Hal ini menyebabkan dampak kepada seluruh dunia termasuk Indonesia. Ini akan juga menggerakkan nilai tukar dan juga suku bunga global,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025).
Bendahara Negara tersebut menjelaskan kondisi global, di mana saat ini situasi gejolak geopolitik, keamanan perdagangan antarnegara termasuk AS dalam proposal kebijakan yang disebut Trump sebagai Big and Beautiful belum lagi menambah defisit APBN AS yang sangat signfikan.
Alhasil kondisi tersebut menyebabkan sentimen terhadap kebijakan fiskal dari negara maju menjadi relatif negatif dan mempengaruhi risiko fiskal dan imbal hasil atau yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST).
Baca Juga
Sri Mulyani memandang ketidakpastian dari sisi perdagangan global yang belum tercapai kepastiannya ditambah dengan pecah perang menimbulkan ketidakpastian harga komoditas dan ranti pasok sehingga menimbulkan sederet risiko.
Mulai dari kinerja ekspor, perubahan harga komoditas yang cenderung naik, volatilitas nilai tukar, serta risiko suku bunga surat utang. Di mana risiko tersebut terjadi di saat perekonomian global cenderung melemah.
“Itu kombinasi yang harus kita waspadai karena tidak baik pelemahan ekonomi membuat dampak yang buruk, kenaikan inflasi dan kemudian menimbulkan kenaikan yield. Apakah karena adanya geopolitik atau karena adanya fiscal policy, kedua hal ini menyebabkan dampak kepada seluruh dunia termasuk Indonesia,” jelasnya.
Di tengah gejolak global dan moderasi harga komoditas, Sri Mulyani menekankan bahwa kebijakan fiskal tetap ekspansif.
Mulai dari restitusi untuk menjaga likuiditas dunia usaha agar berdaya tahan. Kemudian terdapat paket stimulus untuk UMKM, sektor padat karya, perumahan, dan otomotif.
Selain itu, pemerintah juga memiliki Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara untuk mengakselerasi investasi, peningkatan daya saing, serta penguatan sinergi dari efisiensi aset.
APBN pun dioptimalkan sebagai shock absorber dan mendukung agenda pembangunan melalui efisiensi dan rekonstruksi belanja sehingga menjaga program prioritas terlaksana.
Pemerintah juga konsisten melindungi daya beli masyarakat sekaligus menopang pertumbuhan dengan memberikan diskon tarif listrik, UMKM, dan sektor padat karya.