Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha unggas meminta agar Presiden Prabowo Subianto segera mengguyur bantuan sosial (bansos) pangan daging ayam senilai Rp3 triliun untuk para peternak ayam hidup (live bird) seiring dengan harga yang semakin menjauhi harga acuan pembelian (HAP) alias berstatus waspada.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) Ahmad Dawami mengatakan bahwa saat ini stok ayam di rumah potong ayam sudah menumpuk lantaran daya beli masyarakat yang merosot.
Dawami meminta agar pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) segera mengguyur bansos pangan daging ayam senilai Rp3 triliun untuk membeli daging ayam di rumah potong.
“Yang jangka pendek supaya segera dicairkan bantuan sosial, dana paling butuh Rp2–3 triliun sudah cukup untuk membeli ayam-ayam yang sudah dipotong di rumah potong ayam yang sekarang stoknya lagi menumpuk,” kata Dawami saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/6/2025).
Dengan guyuran bansos, Dawami menuturkan bahwa nantinya rumah potong harus membeli ayam dari peternak dengan harga yang sudah dikonversikan menjadi ayam hidup.
“Bagi rumah potong-rumah potong ayam yang dibeli oleh pemerintah itu, dia wajib membeli ayam-ayam dari peternak dengan harga yang dikonversikan menjadi ayam hidup. Itu paling cepat dalam waktu pendek,” terangnya.
Baca Juga
Untuk itu, dia menyebut penyaluran bansos pangan daging ayam perlu segera dilakukan, mengingat saat ini kondisi para peternak yang semakin tertekan imbas penurunan daya beli.
Selain bansos, Dawami meminta agar pemerintah segera mengontrol produksi ayam agar sesuai dengan permintaan pasar.
“Jangka panjangnya bagaimana mengatur produksi anak ayam secara nasional itu tidak melebih dari perkiraan demand atau permintaan,” terangnya.
Di samping itu, dia juga meminta agar pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mengoreksi HAP livebird yang dinilai sudah tak relevan dengan kondisi saat ini. Terlebih, saat ini produksi livebird melonjak di tengah penurunan daya beli.
“Bahkan ini bukan hanya pada ayamnya, sampai ke anak ayamnya pun juga. Jadi anak ayam pun juga harganya turun. Bahkan beberapa pembibit juga sudah mengurangi jumlah produksi dengan mengakhir induk-induknya,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Bapanas mengungkap livebird hingga telur ayam ras berada dalam status waspada lantaran harganya yang semakin menjauhi HAP yang ditetapkan pemerintah.
Deputi III Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas Andriko Noto Susanto mengatakan harga livebird dan telur ayam ras di tingkat produsen secara nasional berada di bawah HAP.
Per 14 Juni 2025, harga livebird di tingkat produsen dibanderol Rp20.087 per kilogram atau lebih rendah 19,65% di bawah HAP. Begitu pula dengan telur ayam ras yang dibanderol Rp24.621 per kilogram atau 7,09% di bawah HAP.
“Jadi ini sebenarnya patut kita waspadai jangan sampai kemudian turun terus yang mengakibatkan para produsen agak kurang bersemangat kemudian memproduksi live bird,” kata Andriko dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, Senin (16/6/2025).
Berdasarkan catatan Bapanas, sebanyak 82 kabupaten/kota sentra dengan harga livebird di bawah HAP pada minggu kedua Juni 2025. Pada periode yang sama, sebanyak 102 kabupaten/kota sentra dengan harga telur ayam ras di bawah HAP.
Namun, Bapanas telah menggelar rapat koordinasi SPHP telur dan daging ayam ras pada 12 Juni 2025, agar harga kedua komoditas ini tidak terlalu jatuh. Salah satu keputusannya adalah melakukan penyerapan daging ayam dan telur melalui program makan bergizi gratis (MBG).
“Kami rumuskan yang pertama adalah upaya penyerapan dan stabilisasi harga. Jadi kami berharap program MBG dengan memanfaatkan 1.663 SPPG ini dapat menyerap telur dan ayam untuk program tersebut,” ujarnya.
Kedua, melalui dukungan lintas sektor dan pengawasan. Nantinya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mendorong kerja sama antardaerah (KAD) dan penggunaan dana BTT/APBD untuk penyerapan. Sementara itu, Satuan Tugas (Satgas) Pangan melakukan pengawasan terhadap praktik jual beli yang merugikan peternak.
Ketiga, adanya tindak lanjut dan fasilitas business matching. Dalam hal ini, diperlukan pementaan data peternak dan SPPG serta pelaksanaan business matching antara SPPG dan produsen/peternak di daerah sentra untuk mempercepat penyerapan produk peternak rakyat.