Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Penasihat Trump Sarankan Tarif Pajak RI Turun agar Penerimaan Naik

Menurut Arthur Luffer, tarif pajak tinggi tidak serta merta membuat penerimaan meningkat di level yang sama. Penurunan tarif dapat disertai penghematan belanja.
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik - 8photo
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik - 8photo

Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Penasihat Presiden Amerika Serikat Donald Trump sekaligus ekonom, Arthur Luffer, menyarankan pemerintah dapat menurunkan tarif pajak untuk mendapatkan penerimaan yang lebih tinggi. 

Secara prinsip, Luffer memperkenalkan teorinya—Luffer Curve—yakni meningkatkan penerimaan dengan kebijakan low rate, broad based, flat tax atau tarif rendah, cakupan luas, dan rata alias sama untuk seluruh kelas masyarakat.

Luffer memandang dengan pajak datar dan tarif rendah, serta cakupan luas yang tidak mendiskriminasi satu kelompok atau melawan satu kelompok, menjadikannya netral. 

“Pajak itu ada secara eksklusif untuk mengumpulkan pendapatan, untuk membiayai program pemerintah yang perlu dibiayai. Anda perlu melakukannya,” ujarnya dalam CNBC Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Rabu (18/6/2025). 

Menurutnya, pajak ada agar mendorong kelompok bawah dapat meningkatkan taraf hidupnya tanpa menarik turun kelas atas karena pajak yang tinggi. 

Untuk dapat membiayai program-program prioritas pun, Luffer menyarankan pemerintah untuk mengendalikan belanja negara di samping menurunkan tarif pajak.

Mengacu teorinya, bahwa tarif pajak yang tinggi tidak serta merta memberikan penerimaan yang tinggi pula. Misalnya, kenaikan tarif sebesar 10% akan memberikan tambahan pendapatan sebesar 10% pula.

“Itu tidak benar. Jika Anda menaikkan tarif pajak sebesar 10%, Anda mungkin hanya meningkatkan pendapatan sebesar 9%, 8%, atau 6%. Anda bahkan mungkin kehilangan pendapatan,” lanjutnya.

Luffer menuturkan saat tarif pajak suatu negara naik, justru pelaku usaha atau Wajib Pajak (WP) akan menyewa pengacara dan spesialis bahkan lebih jauh lagi meninggalkan negara tersebut. 

Di Indonesia, pemerintah sendiri membutuhkan tambahan pendapatan untuk membiayai belanja negara yang cukup jumbo. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan pajak Rp683,3 triliun per Mei 2025. Angka tersebut turun 10,13% secara tahunan (year on year/YoY) dari realisasi pajak Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp122,9 triliun per Mei 2025 atau setara 40,7% dari target APBN 2025 senilai Rp301,6 triliun.

Total penerimaan perpajakan, yang terdiri dari pajak dan bea cukai, mencapai Rp806,2 triliun per Mei 2025 atau setara 32,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.490,9 triliun. Angka tersebut turun 7,2% dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan per Mei 2024 senilai Rp869,50 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper