Bisnis.com, JAKARTA — Shell Plc. memperingatkan risiko hambatan perdagangan global apabila terjadi penutupan Selat Hormuz akibat eskalasi perang Israel-Iran.
CEO Shell, Wael Sawan, mengatakan bahwa perang Israel-Iran berisiko mengganggu lalu lintas di wilayah Selat Hormuz, apabila terjadi maka dapat menimbulkan guncangan besar. Shell pun menyiapkan rencana darurat jika skenario buruk itu terjadi.
"Jika jalur itu diblokir, apa pun alasannya, itu akan berdampak besar pada perdagangan global. Kami memiliki rencana jika terjadi hal-hal yang memburuk," ujar Sawan dalam Japan Energy Summit & Exhibition di Tokyo, Kamis (19/6/2025), dilansir dari Bloomberg.
Menurutnya, tantangan khusus yang terjadi saat ini adalah adanya sejumlah gangguan, seperti sinyal navigasi yang kerap terganggu dan perkembangan kondisi di Teluk Persia. Sawan mengungkap bahwa Shell sangat berhati-hati dalam pengiriman minyak di Timur Tengah karena eskalasi konflik terkini.
Selat Hormuz terletak di antara Iran dan Oman, tepatnya di sisi selatan Iran dan sisi utara Oman. Selat itu menghubungkan Teluk Persia, Teluk Oman, dan Laut Arab.
Sekitar seperempat perdagangan minyak dunia melewati Selat Hormuz. Pasar energi global telah terpaku oleh konflik antara Israel dan Iran, dan sejauh ini, meskipun minyak mentah telah melonjak karena permusuhan, tidak ada gangguan besar pada aliran energi, meskipun para pedagang sangat waspada.
Menurut sejumlah sumber Bloomberg yang mengetahui masalah tersebut, pejabat senior AS sedang mempersiapkan kemungkinan serangan terhadap Iran dalam beberapa hari mendatang, sebuah tanda bahwa Washington sedang membangun infrastruktur untuk secara langsung memasuki konflik dengan Teheran. Situasinya masih berkembang dan dapat berubah, kata mereka.
Berdasarkan laporan Bloomberg, dalam beberapa hari terakhir Qatar meminta kapal tanker untuk menunggu di luar selat hingga siat untuk memuat. Sementara itu, perusahaan pelayaran Jepang, Nippon Yusen KK menginstruksikan kapalnya untuk menjaga jarak aman dari pantai saat berlayar di perairan Iran.
Analis RBC Capital Markets LLC menilai bahwa terdapat risiko gangguan pasokan energi yang cukup serius jika pemerintah Iran merasa terdapat eskalasi ancaman.
"Masuknya AS secara langsung ke dalam konflik ini dapat menjadi katalisator untuk tindakan mengganggu yang lebih langsung terhadap tanker dan infrastruktur penting di kawasan tersebut," dikutip dari catatan RBC Capital Markets.