Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan Tanah Air senilai Rp2,04 triliun pada pekan ketiga Juni 2025.
Kepala Grup Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Bambang Pramono menyampaikan bahwa kaburnya modal asing yang mempengaruhi kinerja rupiah tersebut sejalan dengan kondisi perekonomian global dan domestik terkini.
Melihat dari masing-masing instrumen, meski terjadi arus modal keluar di pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), namun obligasi pemerintah alias Surat Berharga Negara (SBN) tetap diminati asing.
“Terdiri atas jual neto senilai Rp1,78 triliun di pasar saham dan Rp3,72 triliun di SRBI, serta beli neto senilai Rp3,47 triliun di pasar SBN,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Sabtu (21/6/2025).
Secara kumulatif berdasarkan data setelmen sampai dengan 19 Juni 2025, nonresiden tercatat jual neto sejumlah Rp47,15 triliun di pasar saham.
Kemudian, investor asing tercatat menjual secara neto SRBI senilai Rp28,69. Sementara di pasar SBN terus mencatatkan beli neto senilai Rp44,93 triliun.
Sejalan dengan hal tersebut, premi credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun per 19 Juni 2025 sebesar 81,59 bps, naik dibanding posisi pada 13 Juni 2025 sebesar 76,93 bps.
Adapun aliran modal asing yang menjadi indikator stabilitas nilai tukar rupiah tersebut berdampak pada melemahnya rupiah dalam sepekan terakhir.
Rupiah ditutup pada level (bid) Rp16.390 per dolar AS pada akhir perdagangan Kamis (19/6/2025), dan dibuka pada level (bid) Rp16.355 per dolar AS keesokan harinya. Namun pada akhir perdagangan, rupiah tercatat menuju level Rp16.399 per dolar AS (JISDOR 20 Juni 2025).
Membandingkan dengan data JISDOR sepekan terakhir, rupiah setidaknya melemah 106 poin dari posisi Rp16.293 per dolar AS (data per 13 Juni 2025).
Bersamaan dengan pelemahan rupiah, indeks dolar AS terhadap enam mata uang negara maju atau DXY menguat ke level 98,91.
Imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun naik ke 6,73% pada Kamis (19/6/2025) dan melanjutkan kenaikan ke 6,75% pada Jumat (20/6/2025) pagi. Sementara itu, yield UST (US Treasury) Note 10 tahun turun ke 4,391% pada Kamis sore.
Janji Jaga Stabilitas Rupiah
Gubernur BI Perry Warjiyo mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,5% dengan alasan menjaga stabilitas rupiah dan likuiditas.
Perry memandang ketidakpastian global masih akan tetap tinggi sepanjang Presiden AS Donald Trump belum menyelesaikan negosiasi tarif AS dengan sejumlah negara. Belum lagi ditambah dengan eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah yang berdampak pada pasar keuangan Indonesia.
“BI memberikan komitmen yang tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (18/6/2025).
Adapun, penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik.
Strategi ini juga disertai dengan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti juga menekankan bahwa bank sentral akan mengoptimalisasi instrumen moneter seperti SRBI, Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI) untuk menarik investasi portfolio asing.
“Kami akan terus mengoptimalkan oepari moneter pasar pro-market karena memang kami masih melihat ada beberapa risiko yang patut kita waspadai, antara lain perkembangan dari geopolitik di Middle East,” tuturnya.