Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dikabarkan akan mewajibkan perusahaan e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia untuk memungut pajak atas penjualan dari para UMKM yang berjualan di masing-masing platform.
Melansir dari Reuters, Rabu (25/6/2025), menurut dua sumber yang mengetahui langkah tersebut dan berdasarkan dokumen yang Reuters lihat, hal tersebut guna meningkatkan pendapatan di saat penerimaan negara menghadapi penurunan.
Peraturan yang direncanakan, yang juga bertujuan untuk menyamakan persaingan dengan toko fisik, dapat diumumkan secepatnya bulan depan, kata salah satu sumber Reuters. Rencana itu muncul saat ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini berjuang dengan lemahnya pengumpulan pendapatan.
Perubahan ini akan mempengaruhi operator e-commerce utama di Indonesia, termasuk TikTok Shop milik ByteDance dan Tokopedia, Shopee milik Sea Limited, Lazada yang didukung Alibaba, Blibli, dan Bukalapak, kata salah satu sumber.
Platform e-commerce menentang regulasi tersebut, dengan alasan hal itu dapat meningkatkan biaya administratif dan mendorong penjual menjauhi pasar daring, kata sumber-sumber yang telah diberi pengarahan tentang rencana tersebut oleh otoritas pajak.
Pemerintah memperkenalkan regulasi serupa pada akhir 2018, mewajibkan semua operator e-commerce untuk membagikan data penjual dan membuat mereka membayar pajak atas pendapatan penjualan, tetapi menariknya kembali tiga bulan kemudian karena penolakan dari industri.
Baca Juga
Sumber-sumber tersebut meminta agar identitasnya tidak disebutkan karena mereka tidak berwenang untuk berbicara secara publik tentang hal ini.
Kementerian Keuangan, yang akan bertanggung jawab untuk menerbitkan peraturan tersebut, menolak berkomentar kepada Reuters.
Asosiasi Industri E-commerce Indonesia (idEA) tidak mengonfirmasi atau membantah rincian rencana tersebut. Namun, mereka mengatakan kebijakan tersebut akan mempengaruhi jutaan penjual jika diterapkan.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan pendapatan turun 11,4% (year-on-year/YoY) pada periode Januari—Mei menjadi Rp995,3 triliun akibat harga komoditas yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang lemah, dan gangguan dalam pengumpulan pajak akibat pembaruan sistem.
Industri e-commerce Indonesia sedang booming, dengan nilai barang bruto (gross merchandise value/GMV) tahun lalu yang diperkirakan mencapai US$65 miliar diharapkan tumbuh menjadi US$150 miliar pada 2030, menurut laporan dari Google, investor negara Singapura Temasek, dan konsultan Bain & Co.
Pajak UMKM 0,5% bagi Pedagang di E-Commerce
Sumber-sumber tersebut menyebutkan bahwa berdasarkan aturan baru, platform e-commerce diwajibkan untuk memungut dan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan kepada otoritas pajak dari penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta dan Rp4,8 miliar.
Penjual-penjual tersebut dikategorikan sebagai usaha kecil dan menengah (UKM) dan sudah diwajibkan untuk membayar pajak tersebut secara langsung.
Salah satu sumber menambahkan bahwa juga diusulkan denda bagi platform e-commerce yang terlambat melaporkan.
Komentar sumber-sumber tersebut dikonfirmasi oleh isi presentasi resmi yang dibuat oleh kantor pajak kepada operator, yang dilihat oleh Reuters.
Selain biaya administrasi tambahan yang diharapkan, platform e-commerce mengkhawatirkan sistem pajak saat ini, yang mengalami masalah teknis setelah pembaruan pada awal tahun alias Coretax, akan kesulitan menangani jumlah data yang diminta kantor pajak untuk dibagikan oleh pasar daring.
Untuk diketahui, sejak 2018 pemerintah memberikan insentif kepada berupa PPh Final 0,5% selama tujuh tahun untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) UMKM.
Sementara insentif tersebut berlaku bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschap atau CV), atau Firma selama 4 tahun dan WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas selama 3 tahun.
Adapun insentif tersebut yang semula berakhir pada akhir 2024, diperpanjang hingga akhir 2025, tetapi belied resmi masih menunggu Kementerian Sekretariat Negara.