Di hulu, mantan sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menilai bahwa Indonesia melalui Pertamina bisa masuk berinvestasi di blok-blok migas Rusia. Indonesia bisa menggantikan negara-negara Barat yang saat ini hengkang dari Rusia.
"Apalagi, Rusia mempunyai resources migas yang sangat besar. Saat ini Rusia merupakan produsen minyak terbesar ketiga setelah AS dan KSA [Kerajaan Saudi Arabia]. Rusia memproduksi 10 juta barel per hari," ucap Hadi kepada Bisnis, Selasa (24/6/2025).
Di satu sisi, pemerintah juga bisa mengundang Rusia untuk melakukan eksplorasi di Indonesia dalam program Giant Road Map Exploration at Indonesia. Ini terutama explorasi di tiga wilayah yang sangat berpotensi terdapat giant discovery yaitu Jawa Timur, Kalimantan, dan Papua.
Sementara itu, di bidang hilir, keja sama dengan Rusia dapat memberi Indonesia harga minyak yang lebih murah. Hal ini tak lepas dari produksi minyak Negara Beruang Merah yang sangat besar.
"Rusia adalah eksportir minyak dengan harga yang lebih murah dari harga Brent sehingga sangat menarik bagi Indonesia dalam rangka diversifikasi pasokan energi. India dan China sudah mengambil kesempatan tersebut lebih awal," kata Hadi.
Dia melanjutkan, dengan posisi Indonesia yang saat ini menjadi importir minyak, maka kerja sama dengan Rusia sangat strategis.
Baca Juga
Hadi menjelaskan, jika RI masuk di hulu migas Rusia, Indonesia mendapatkan bagian migas yang bisa dibawa ke Tanah Air untuk mengamankan pasokan energi nasional.
Sementara itu, di bidang hilir dengan harga yang menarik, Rusia bisa menjadi mitra dagang dalam impor minyak untuk memenuhi kebutuhan RI dengan harga yang lebih murah.
Namun, semua itu tidak semudah membalikkan tangan. Pasalnya, Rusia masih dikenakan sanksi AS. Oleh karena itu, perlu lobi-lobi tingkat tinggi secara bertahap supaya Indonesia bisa seperti India dan China.
"Kalau India dan China bisa, seharusnya Indonesia juga bisa," ucap Hadi.