Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Swedia Cabut Pajak Penerbangan, Sikap Uni Eropa Terbelah

Swedia mencabut pajak penerbangan setelah berlaku selama enam tahun, berbeda arah dengan negara di Eropa lainnya.
Bendera Swedia berkibar di Stockholm pada Senin (11/3/2024). / TT News Agency via Reuters-Fredrik Sandberg
Bendera Swedia berkibar di Stockholm pada Senin (11/3/2024). / TT News Agency via Reuters-Fredrik Sandberg

Bisnis.com, JAKARTA—Swedia mencabut pajak penerbangan yang telah berlaku selama enam tahun untuk memulihkan kinerja industri aviasi. Hal ini menunjukkan kontras dengan negara di Uni Eropa lainnya.

Dikutip dari Bloomberg, Rabu (2/7/2025), daratan Eropa memang menolak penerbangan domestik untuk beberapa tahun terakhir, sebagian karena penurunan perjalanan oleh korporasi akibat pandemi dan ada pula karena insentif untuk berpindah ke moda transportasi berbasis rel.

Jerman menerapkan tarif pajak penerbangan yang mahal karena pertimbangan lingkungan. Prancis menyisihkan koneksi udara karena perjalanan bisa ditempuh dengan kereta. Sementara itu, Denmark akan memberlakukan pajak penerbangan pada akhir 2025.

Namun, Pemerintah Swedia mencabut pajak sebesar 517 kronor atau sekitar US$54 per penerbangan, tergantung jarak terbang dan berlaku pada 1 Juli 2025. Langkah ini bertolak belakang dengan Denmark yang akan menerapkan pajak penerbangan pada akhir tahun ini.

Menariknya, kebijakan tarif penerbangan merupakan respons terhadap protes aktivis lingkungan Greta Turnberg yang kemudian mendapatkan dukungan publik.

Komitmen publik terhadap isu lingkungan memang menanjak sehingga masyarakat memilih bepergian dengan kereta api daripada pesawat komersial. Tak heran bila kondisi ini menurunkan lalu lintas penerbangan, terutama di bandara kecil karena maskapai penerbangan lebih memilih beroperasi pada bandara besar yang memberikan kontribusi signifikan.

Sejak saat itu, penerbangan ke Swedia turun sekitar sepertiga, mengacu pada data yang dikumpulkan oleh Cirium, lembaga penyedia analisis penerbangan.

Ryanair Holdings Plc pun menghapus semua penerbangan domestik Swedia pada awal tahun lalu. Di sisi lain, bandara Bromma, dekat Stockholm yang fokus pada penerbangan domestik, menutup kegiatannya secara penuh karena terbatasnya permintaan.

Ryanair Chief Executive Officer Michael O’Leary menyambut kebijakan ini dengan gembira karena memberikan sinyal kepada negara seperti Jerman. Sebagai imbasnya, Ryanair akan memperkenalkan dua pesawat baru untuk rute Swedia dan menambah 10 penerbangan langsung sedangkan menarik rute langsung bandara Aalborg dan Billund, Denmark karena perubahan pajak penerbangan.

EasyJet Plc juga menyambut positif kebijakan Swedia yang akan membuka peluang bagi penumpang untuk terbang dengan biaya terjangkau.

“…akan menjaga jaringan kami dalam kajian konstan untuk peluang baru,” katanya.

Kemudian, Air Shuttle ASA berencana menambah rute penerbangan ke negara tetangga dan merekrut pilot Swedia dengan dicabutnya pajak penerbangan itu.

Terlepas dari itu, langkah Swedia mencabut pajak penerbangan mendapatkan penolakan karena kekhawatiran dampak lingkungan. Masuknya kelompok liberal konservatif ke pemerintah pada 2022 telah membawa agenda untuk meningkatkan daya saing industri penerbangan melalui pencabutan pajak penerbangan.

Secara umum, Komisi Eropa menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi dari aktivitas transportasi udara. Dikutip dari laman resmi Uni Eropa, The International Civil Aviation Organisation (ICAO) memproyeksi bahwa pada emisi penerbangan internasional tahun 2025 mencapai tiga kali realisasi pada 2015. Emisi langsung dari penerbangan mencapai 3,8% hingga 4% terhadap total emisi gas rumah kaca Uni Eropa pada 2022. Industri penerbangan menghasilkan 13,9% terhadap emisi transportasi, sumber kedua terbesar emisi gas rumah kaca setelah transportasi darat.

Dengan demikian, Uni Eropa pada 2019 meluncurkan perjanjian hijau Eropa dengan mencapai iklim netral pada 2050. Untuk mencapai target tersebut, penurunan emisi transportasi ditargetkan mencapai 90% dibandingkan dengan level pada 1990. Sayangnya, dengan perbedaan kebijakan ini membawa pertanyaan terhadap kelangsungan komitmen tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper