Bisnis.com, JAKARTA — China nyaris menyalip Amerika Serikat (AS) sebagai mitra dagang terbesar Jerman pada semester I/2025 seiring turunnya ekspor Jerman ke AS akibat kenaikan tarif.
Berdasarkan data awal kantor statistik Jerman yang dikutip dari Reuters Minggu (10/8/2025), total perdagangan Jerman dengan AS mencapai sekitar 125 miliar euro (US$145 miliar) sepanjang Januari–Juni 2025, sementara perdagangan dengan China menyentuh 122,8 miliar euro.
“Meski AS masih mampu mempertahankan posisinya sebagai mitra dagang terpenting Jerman, selisihnya dengan China sangat tipis,” ujar Ekonom Commerzbank Vincent Stamer.
AS menyalip China sebagai mitra dagang utama Jerman pada 2024, mengakhiri dominasi 8 tahun China. Pergeseran itu terjadi seiring upaya Jerman mengurangi ketergantungan terhadap China, dengan alasan perbedaan politik dan tuduhan praktik dagang tidak adil oleh Beijing.
Namun, dinamika perdagangan kembali berubah pada 2025 setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih dan memberlakukan tarif baru. Perjanjian dagang Uni Eropa–AS pada Juli menetapkan tarif sebesar 15% untuk sebagian besar produk.
“Seiring berjalannya tahun, penurunan ekspor Jerman ke AS kemungkinan akan berlanjut bahkan semakin tajam,” kata Kepala Kebijakan Ekonomi Internasional Cologne Institute for Economic Research, Juergen Matthes.
Baca Juga
Ekspor Jerman ke AS pada paruh pertama tahun ini turun 3,9% menjadi 77,6 miliar euro dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Commerzbank memproyeksikan tarif baru AS akan memperlambat ekspor Jerman ke AS hingga 20%–25% dalam dua tahun ke depan.
“Dengan demikian, China kemungkinan akan kembali merebut posisi puncak mitra dagang Jerman pada akhir tahun ini,” imbuh Stamer.
Lonjakan Impor dari China
Impor Jerman dari China melonjak 10,7% secara tahunan pada paruh pertama, mencapai 81,4 miliar euro. “Tampaknya perusahaan dan konsumen Jerman sulit menggantikan produk-produk asal China,” kata Stamer.
Kenaikan ini diduga menunjukkan bahwa China mulai mengalihkan arus perdagangan dari AS ke Eropa, membanjiri pasar Jerman dan Eropa dengan barang-barang murah, menurut Kepala Ekonomi Makro Global ING Carsten Brzeski.
Matthes dari Cologne Institute menambahkan, pelemahan signifikan nilai yuan terhadap euro juga membuat barang impor dari China menjadi lebih murah.
Sementara itu, ekspor Jerman ke China anjlok 14,2% menjadi 41,4 miliar euro, di tengah ketatnya persaingan dengan produsen asal China.
Penurunan tajam ekspor tersebut, ditambah lonjakan impor, menyebabkan defisit perdagangan Jerman dengan China mencapai rekor €40 miliar, terbesar kedua setelah 2022.
“Seluruh perkembangan ini merugikan perekonomian Jerman dan semakin memperparah krisis industri,” ujar Matthes.