Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) angkat bicara mengenai prospek komoditas sawit Tanah Air, seiring adanya kebijakan antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR) yang akan berlaku tahun ini.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono menyampaikan, kendati ekspor komoditas minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa sendiri terus menurun sejak 2018, kondisi ini diyakini bisa berbalik dengan memanfaatkan negara lain seperti Mesir sebagai Hub pengiriman.
“Saya meyakini bahwa kita masih bisa meningkatkan kembali [ekspor ke Uni Eropa], contohnya ke Mesir, Mesir itu bisa kita jadikan hub,” kata Eddy ketika ditemui di sela-sela diskusi ‘Step by Step Journey of EUDR: Burden or Benefit?’ di Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Namun, dia menegaskan bahwa industri minyak sawit Indonesia tetap perlu berbenah. Menurutnya, Indonesia tidak boleh mengabaikan kebijakan EUDR yang dikeluarkan oleh Uni Eropa.
“Bisa jadi nanti barometer mereka. ‘Eh kalian kan tidak comply dengan EUDR’, akhirnya mereka akan bisa menekan Indonesia, utamanya di harga. Kalau tidak comply dengan EUDR, harganya tidak bisa naik,” tuturnya.
Menurutnya, EUDR sendiri dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk membenahi tata kelola sawit. Misalnya, mengkaji ulang sejumlah regulasi hingga mendorong sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) bagi smallholders.
Baca Juga
Apalagi, kata dia, implementasi ISPO baru mencakup sekitar 1% dari total lahan perkebunan kelapa sawit milik petani kecil yang telah tersertifikasi. Padahal, lanjut Eddy, EUDR untuk perusahaan kecil mulai diberlakukan pada Juni 2025.
Melihat kondisi ini, Eddy mengharapkan agar implementasi EUDR dapat kembali ditunda. Dengan begitu, Indonesia dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi regulasi tersebut.
“Kalau memungkinkan ya di-postpone lagi, supaya kita sambil mempersiapkan diri gitu. Karena yang paling tidak siap adalah smallholder,” ujarnya.
Untuk diketahui, EUDR menjadi regulasi pertama di dunia yang menargetkan berakhirnya 10% deforestasi global yang dipicu oleh konsumsi dan impor kawasan tersebut atas produk-produk agrikultur dan kehutanan seperti kedelai, daging, minyak sawit, kakao, kopi, hingga timber.
Setelah sempat tertunda implementasinya selama setahun, kebijakan EUDR akan diterapkan pada akhir 2025 untuk perusahaan besar, sedangkan untuk perusahaan kecil mulai diberlakukan pada Juni 2025.