Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Akui Tak Bisa Berharap Banyak dari AS, Genjot Diversifikasi Pasar Ekspor

Kemenko Perekonomian berpandangan bahwa RI tidak bisa sepenuhnya berharap pada hasil negosiasi tarif Trump, karena AS meramu kebijakan untuk banyak negara.
Ilustrasi bendera AS dengan label 'tarif'. / Reuters-Dado Ruvic
Ilustrasi bendera AS dengan label 'tarif'. / Reuters-Dado Ruvic

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengakui tidak bisa terlalu berharap banyak terhadap hasil negosiasi tarif impor dengan AS di tengah kebijakan proteksionis yang tengah digencarkan Presiden Donald Trump.

Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan, meski proposal dagang yang diajukan Indonesia selama proses negosiasi dianggap baik oleh AS, pemerintah menyadari hasil akhir negosiasi tidak sepenuhnya bisa dikendalikan.

“Kita juga tentu tidak bisa berharap sepenuhnya untuk keberhasilan seperti apa yang kita mau, karena ini AS ini kan sekarang bukan dengan Indonesia saja tapi dengan juga berbagai negara,” jelas Haryo dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

Dia menjelaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sedang dalam perjalanan ke AS untuk lakukan negosiasi dagang lanjutan dengan pemerintah AS. Airlangga dijadwalkan akan bertemu dengan perwakilan USTR (Kantor Perwakilan Dagang AS), Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam tiga hari ke depan.

Pemerintah, sambungnya, menyadari AS akan sangat sibuk dan perlu waktu yang lama untuk mempertimbangkan berbagai aspek. Dia mencontohkan Trump yang secara tidak terduga mengumumkan tarif baru sebesar 32% ke Indonesia pada 7 Juli 2025 waktu AS.

Haryo mengungkapkan bahwa pengumuman tarif tersebut sebenarnya di luar dugaan pemerintah, mengingat tenggat waktu perundingan baru akan jatuh pada 9 Juli 2025.

"Jadi tentu kita juga surprise [terkejut] ya dengan keputusan ini, karena keluar lebih cepat sebelum tanggal 9. Tapi kami melihat pemerintah AS saat ini tampaknya mempertimbangkan secara global, bukan lagi per negara," ujarnya.

Oleh sebab itu, pemerintah tidak hanya akan fokus ke AS. Saat ini, Haryo mengungkapkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mempercepat diversifikasi pasar ekspor, termasuk mempercepat penyelesaian perjanjian dagang bilateral seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dan perjanjian dagang lainnya.

“Karena untuk membuka pangsa pasar yang baru,” ungkapnya.

Pengumuman Trump

Adapun Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada 1 Agustus 2025 melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025).

Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.

Untuk Indonesia, Trump menegaskan penerapan tarif ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan yang adil antara kedua negara.

“Harap dipahami bahwa angka 32% jauh lebih sedikit dari apa yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesenjangan Defisit Perdagangan yang kita miliki dengan Negara Anda,” ujar Trump dalam surat tersebut.

AS juga setuju untuk terus bekerja sama dengan Indonesia, meskipun memiliki defisit perdagangan yang signifikan dengan Indonesia. Trump mengundang RI untuk berpartisipasi dalam ekonomi Amerika Serikat, sebagai pasar utama dunia saat ini.

Kendati demikian, setelah bertahun-tahun, hubungan dagang AS dengan Indonesia dinilai tak adil karena menyebabkan defisit mendalam.

“Kami harus menjauh dari defisit perdagangan jangka panjang, dan sangat gigih, yang ditimbulkan oleh tarif Indonesia, dan Non Tarif, Kebijakan dan Hambatan Perdagangan. Sayangnya, hubungan kami jauh dari Timbal Balik,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper