Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Kusfiardi

Analis Ekonomi Politik FINE Institute

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Transportasi Publik Tersandera Tata Kelola

Krisis transportasi juga berdampak pada lingkungan. KLHK melaporkan, sektor transportasi menyumbang sekitar 28% emisi karbon nasional.
Sejumlah kendaraan memadati Jalan Raya Puncak di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. / Bisnis - Arief Hermawan P
Sejumlah kendaraan memadati Jalan Raya Puncak di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. / Bisnis - Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Ketergantungan pemerintah daerah pada subsidi pusat kembali mem­­­per­li­­hat­­­kan celah serius dalam penyelenggaraan layanan publik.

Sejak awal 2025, program transportasi publik dengan skema buy the service (BTS), yang selama ini diandalkan untuk me­­­ngurai kemacetan dan me­­­nyediakan transportasi terjangkau, mengalami stagnasi. Sejumlah kota besar, seperti Bogor, Den­­­pasar, dan Solo terpaksa menghentikan atau me­­­mang­­­kas layanan karena subsidi pusat tidak lagi tersedia.

Kondisi ini tidak lepas dari kebijakan pemangkasan anggaran Kementerian Perhubungan dari Rp31 triliun menjadi sekitar Rp17,7 triliun untuk tahun 2025. Alokasi program BTS pun terpangkas signifikan. Dari 11 kota pada 2024, kini hanya 8 kota yang masih mendapat subsidi, yakni Bandung, Solo, Banyumas, Balikpapan, Surabaya, Makassar, Pontianak, dan Manado (Kompas, 2024).

Di sisi lain, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terus melonjak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, hingga akhir 2023, jumlah kendaraan telah menembus 150 juta unit. Di Jabodetabek saja, pertumbuhan kendaraan mencapai sekitar 1 juta unit per tahun. Lonjakan ini tidak diimbangi oleh peningkatan kapasitas transportasi publik yang memadai.

Dampaknya sangat terasa. Bank Dunia mencatat kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jabodetabek mencapai Rp100 triliun per tahun (CNBC Indonesia, 2024). Di kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Semarang, dan Makassar, potensi kerugian ekonomi akibat kemacetan diperkirakan mencapai belasan triliun rupiah per tahun (Jabarinsight, 2024).

Krisis transportasi juga berdampak pada lingkungan. KLHK melaporkan, sektor transportasi menyumbang sekitar 28% emisi karbon nasional. Data Kementerian Perhubungan menyebut total emisi CO2 Indonesia mencapai 1,3 gigaton pada 2022, sebagian besar berasal dari transportasi berbasis bahan bakar fosil (Media Indonesia, 2024).

Fakta ini mengindikasikan persoalan lebih dalam, yaitu lemahnya perencanaan, minimnya akuntabilitas, dan absennya pengawasan yang efektif. Situasi ini sejalan dengan konsepsi Governance Failure (Stoker, 1998), yakni kegagalan tata kelola akibat ketidaksinkronan antarlembaga, lemahnya kapasitas daerah, dan rendahnya partisipasi publik.

Buruknya tata kelola diperparah oleh lemahnya pengawasan eksternal. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga pengawasan seperti Ombudsman memiliki peran sentral, tidak hanya menunggu aduan masyarakat, tetapi juga secara proaktif melakukan investigasi atas potensi maladministrasi, termasuk penghentian layanan transportasi publik secara tiba-tiba tanpa solusi yang memadai.

Krisis seperti ini tidak boleh dibiarkan berulang. Penguatan pengawasan layanan publik mutlak menjadi prioritas, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam kerangka tata kelola yang sehat, lembaga pengawasan eksternal perlu lebih progresif, tidak sekadar menunggu laporan resmi.

Krisis BTS juga menjadi pengingat bahwa keputusan politik kerap kali lebih ditentukan oleh kepentingan jangka pendek ketimbang kebutuhan riil masyarakat. Ini sejalan dengan teori Public Choice, yang menyoroti kecenderungan kebijakan publik dikendalikan oleh logika politik elektoral, bukan kepentingan publik jangka panjang.

Jika situasi ini dibiarkan, konsekuensinya bukan hanya stagnasi layanan publik, tetapi juga makin melemahnya kepercayaan publik terhadap negara, meningkatnya polusi, ketimpangan akses layanan antar daerah, dan penurunan produktivitas perkotaan.

Sejalan dengan upaya membangun tata kelola layanan publik yang kredibel, beberapa langkah korektif perlu segera diambil.

Pertama, pemerintah daerah harus mulai membangun mekanisme pendanaan transportasi publik yang berkelanjutan. Ketergantungan mutlak pada subsidi pusat hanya membuat layanan publik rapuh. Dana transportasi kota, retribusi lalu lintas, dan skema pembiayaan inovatif perlu dioptimalkan.

Kedua, pengawasan layanan transportasi publik harus diperkuat. Ombudsman bersama kementerian dan pemerintah daerah perlu membangun sistem monitoring berbasis data, seperti dashboard layanan yang memuat indikator kinerja, uptime, dan evaluasi real-time.

Ketiga, partisipasi masyarakat harus dilembagakan secara sistematis. Pembentukan dewan konsultatif transportasi di tingkat kota, yang melibatkan akademisi, pengguna layanan, dan masyarakat sipil, dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Keempat, transisi menuju transportasi rendah emisi harus dipercepat. Insentif fiskal, seperti penghapusan bea masuk kendaraan listrik dan penurunan pajak kendaraan ramah lingkungan, perlu diperluas agar target elektrifikasi dapat tercapai.

Kelima, lembaga pengawasan publik perlu lebih aktif melakukan investigasi inisiatif atas layanan strategis seperti transportasi publik, sebagai bagian dari upaya preventif mencegah terulangnya maladministrasi.

Transportasi publik adalah salah satu indikator paling nyata hadir atau tidaknya negara dalam kehidupan rakyat. Penghentian layanan BTS bukan sekadar konsekuensi dari keterbatasan anggaran, melainkan cerminan lemahnya perencanaan, tata kelola, dan pengawasan.

Penguatan pengawasan atas layanan publik, termasuk sektor transportasi, adalah bagian tak terpisahkan dari upaya membangun negara yang kredibel, akuntabel, dan benar-benar hadir di tengah kebutuhan masyarakat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kusfiardi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper