Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyatakan pihaknya siap menerapkan langkah balasan setara jika Amerika Serikat (AS) memberlakukan tarif impor 50% pada 1 Agustus mendatang. Meski demikian, Brasil berkomitmen untuk tetap mencari solusi diplomatik atas ancaman tarif tersebut.
“Kami akan mencoba bernegosiasi terlebih dahulu, tetapi jika negosiasi gagal, hukum resiprositas akan diberlakukan,” ujar Lula dikutip dari Reuters, Jumat (11/7/2025).
Adapun, Lula merujuk pada undang-undang baru yang disahkan Kongres dan memberi kewenangan kepada presiden untuk membalas hambatan dagang secara timbal balik. “Kalau mereka mengenakan tarif 50%, kami akan kenakan hal yang sama,” katanya.
Seorang diplomat Brasil yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa pemerintah kemungkinan besar tidak akan mengumumkan langkah balasan apa pun sebelum tarif benar-benar diberlakukan. Dia menyebut, Brasil masih punya waktu hingga 1 Agustus 2025.
Dalam surat terbuka kepada Lula yang dipublikasikan pada Rabu (9/7/2025), Trump mengaitkan tarif tersebut dengan langkah hukum terhadap mantan Presiden Jair Bolsonaro.
Bolsonaro kini diadili atas dugaan keterlibatan dalam upaya kudeta untuk menggagalkan pelantikan Lula pada 2023, menyusul aksi massa pendukungnya yang menyerbu parlemen Brasil. Trump menyebut Bolsonaro sebagai korban perburuan politik.
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Lula mengecam Bolsonaro yang terus memposisikan dirinya sebagai korban, serta menyebut bahwa putra Bolsonaro, Eduardo Bolsonaro, mengambil cuti dari jabatannya di parlemen untuk melobi dukungan di AS.
“Presiden sebelumnya seharusnya bertanggung jawab, karena dia mendukung tarif yang dikenakan Trump terhadap Brasil. Bahkan, anaknya sendiri yang ke sana untuk mempengaruhi Trump,” ujar Lula.
Lula mengatakan pemerintah akan membentuk komite bersama para pelaku usaha nasional untuk meninjau ulang kebijakan dagang Brasil terhadap AS.
Dia juga menyinggung Undang-Undang Resiprositas yang disahkan tak lama setelah Trump mengumumkan gelombang tarif pertama pada April lalu, yang memungkinkan pemerintah membalas hambatan sepihak dari negara lain dengan kebijakan yang setara.
Selain menerapkan tarif balasan, undang-undang tersebut memungkinkan Lula membatasi impor, investasi, serta menangguhkan perlindungan kekayaan intelektual milik perusahaan-perusahaan AS, di antara langkah lainnya.
Amerika Serikat merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Brasil setelah China, dan merupakan salah satu dari sedikit negara yang mencatat surplus dagang dengan ekonomi terbesar di Amerika Latin tersebut. Meski dampak ekonomi secara keseluruhan dinilai masih terbatas, sektor-sektor seperti penerbangan dan perbankan mulai merasakan tekanan.
Namun, tarif tersebut juga berpotensi menimbulkan tekanan di dalam negeri AS, terutama terhadap harga pangan, mengingat posisi Brasil sebagai eksportir utama produk pertanian seperti kopi, jus jeruk, gula, daging sapi, dan etanol.
Empat sumber perdagangan menyebutkan bahwa tarif 50% yang diusulkan akan secara efektif menghentikan ekspor kopi Brasil ke AS, yang merupakan pembeli terbesar.
Sejumlah asosiasi industri Brasil yang mewakili sektor kopi dan minyak pada Kamis (10/7/2025) menyerukan penyelesaian diplomatik atas ketegangan ini.
“Kami berharap diplomasi dan negosiasi yang berimbang bisa menang, di atas kepentingan ideologi maupun preferensi pribadi, sehingga akal sehat kembali menjadi fondasi hubungan antara dua negara berdaulat ini,” ujar Presiden Fiesp (Federasi Industri Negara Bagian São Paulo) Josue Gomes da Silva dalam pernyataan resminya.