Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan jumlah utang luar negeri Indonesia pada Mei 2025 naik US$4,05 miliar atau sekitar Rp66 triliun, menjadi US$435,6 miliar atau sekitar Rp7.100,28 triliun (asumsi kurs JISDOR BI Rp16.300 per dolar AS pada akhir Mei 2025).
Utang luar negeri tersebut mencatatkan kenaikan dalam dolar AS, tetapi jumlahnya justru menurun jika dikonversi menjadi rupiah, yakni dibandingkan April 2025 yang senilai US$431,55 miliar atau sekitar Rp7.197,76 triliun (asumsi kurs JISDOR akhir April 2025 Rp16.679 per dolar AS).
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan posisi ULN tersebut tumbuh 6,8% secara tahunan (year on year/YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2025 sebesar 8,2%.
“Perkembangan tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN di sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN swasta,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (14/7/2025).
Meski naik, Denny menyampaikan bahwa secara umum struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,6%, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,6% dari total ULN.
Baca Juga
Secara perinci, posisi ULN pemerintah pada Mei 2025 senilai US$209,6 miliar atau tumbuh sebesar 9,8% YoY, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 10,4% pada April 2025.
Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh pembayaran jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) internasional, di tengah aliran masuk modal asing pada SBN domestik, seiring tetap terjaganya kepercayaan investor global terhadap prospek perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN terus diarahkan pada program prioritas dalam mendukung stabilitas dan momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,3% dari total ULN pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,7%); Jasa Pendidikan (16,5%); Konstruksi (12,0%); serta Transportasi dan Pergudangan (8,7%).
Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah.
Sementara itu, ULN swasta Mei 2025 melanjutkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,9% (YoY) menjadi US$196,4 miliar, lebih besar dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya sebesar 0,4%.
Perkembangan tersebut bersumber dari ULN lembaga keuangan yang mencatat perlambatan pertumbuhan dari bulan sebelumnya sebesar 2,8% menjadi 1,2% pada Mei 2025, dan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporation) yang mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 1,4% (YoY), lebih besar dibandingkan kontraksi 1,2% (yoy) pada April 2025.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,2% dari total ULN swasta.
ULN swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,5% terhadap total ULN swasta.
Adapun, dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” tutupnya.