Bisnis.com, JAKARTA—Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menuntut penurunan potongan platform atau biaya sewa aplikasi menjadi maksimal 10% dalam demo ojek online (ojol) yang digelar hari ini, Senin (21/7/2025).
Ketua SPAI Lily Pujiati mengatakan, potongan yang dikenakan oleh platform digital selalu berada di atas 20% sejak 2022. Dia menilai pemerintah tidak memberikan sanksi terhadap praktik yang dianggap merugikan para pengemudi ini.
“Potongan yang terjadi selama ini sangat merugikan pengemudi ojol, taksol [taksi online] dan kurir karena bisa mencapai 70%. Potongan besar ini dialami ketika konsumen membayar sebesar Rp18.000 kepada platform. Namun, upah [pendapatan] yang dibayarkan platform kepada pengemudi hanya sebesar Rp5.200 dalam pengantaran makanan,” kata Lily dalam keterangannya pada Senin (21/7/2025).
Menurutnya, salah satu penyebab tingginya potongan ini adalah ketidakhadiran pemerintah dalam mengatur tarif pengantaran makanan dan minuman. Akibatnya, platform leluasa menentukan tarif secara sepihak yang berdampak bukan hanya pada pengemudi, tetapi juga pada konsumen.
Dia menambahkan, tingginya potongan menjadi beban ganda bagi para pengemudi karena mereka tetap harus menanggung seluruh biaya operasional, termasuk bahan bakar, parkir, pulsa, paket data, suku cadang, hingga cicilan kendaraan dan atribut kerja.
“Platform tidak menanggung biaya operasional, tapi dibebankan kepada para pengemudi seperti biaya bahan bakar, parkir, pulsa dan paket data, handphone, suku cadang, cicilan atribut [helm, jaket, tas], cicilan kendaraan dan biaya lainnya. Biaya ini berkisar antara Rp50.000– 100.000 setiap harinya,” kata Lily.
Baca Juga
SPAI juga menolak berbagai skema dan program insentif yang diberlakukan oleh platform karena dianggap diskriminatif dan menurunkan pendapatan pengemudi. Beberapa skema yang disoroti antara lain skema hemat, aceng (argo goceng), slot, hub, comfort, premium, dan prioritas.
“Skema hemat misalnya memotong upah pengemudi sebesar Rp3.000–20.000,” tambah Lily.
Lebih lanjut, Lily menyoroti ketimpangan ini terjadi karena hubungan kemitraan yang diberlakukan platform terhadap para pengemudi. Hubungan kemitraan ini dinilai tidak adil dan telah ditolak oleh Kementerian Hukum dan HAM sejak Juli lalu.
Sebagai langkah lanjutan, SPAI mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR RI, untuk segera membahas persoalan ini dalam RUU Ketenagakerjaan. SPAI juga menekankan bahwa Indonesia sebagai anggota ILO telah menyepakati Konvensi Pekerja Platform dalam forum ILC ke-113 di Jenewa.