Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta para pelaku usaha perberasan dapat memperbaiki mutu produk agar sesuai dengan label dan informasi yang tertera di kemasan. Hal ini menyusul temuan beras oplosan yang dikemas dan dijual menjadi beras premium.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, kesesuaian mutu beras penting bagi masyarakat sebagai konsumen. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto juga memerintah agar tidak boleh ada unsur penipuan terhadap komoditas beras.
“Seperti yang disampaikan Bapak Presiden, kalau isi dalam kemasan beras tak sesuai dengan yang tertera di label, itu penipuan. Tidak hanya beras, berlaku juga bagi semua komoditas,” ujar Arief dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (24/7/2025).
Mengacu hasil investigasi kementerian Pertanian (Kementan), Arief menuturkan bahwa potensi kerugian konsumen imbas peredaran beras oplosan premium ini bisa mencapai Rp99 triliun per tahun.
“Itu sederhananya, kalau harga beras medium sekitar Rp12.000, tapi dijual premium, ada selisih harga Rp3.000 per kilonya. Jadi kesesuaian mutu dari beras yang ingin dibeli oleh masyarakat, itu harus ter-deliver,” terangnya.
Dia menjelaskan bahwa anomali ini berawal dari tren produksi beras nasional yang tengah menanjak. Namun, harga beras justru terus merangkak naik. Adapun, melalui langkah investigasi pada beras yang beredar di pasaran, ditemukan ketidaksesuaian antara beras dengan label kemasan.
Baca Juga
“Sebenarnya logika yang dipakai itu adalah pada saat panen raya kemarin, kita bisa surplus. Bahkan, produksi versus konsumsi surplusnya bisa 3-4 juta ton sehingga tidak masuk akal kalau harga beras naik signifikan,” ungkapnya.
Kemudian, sambung dia, setelah dilakukan pengecekan di laboratorium ditemukan adanya ketidaksesuaian antara kemasan dan volume beras. Menurutnya, adanya kemungkinan penyusutan bobot barang sebagai akibat dari mobilisasi merupakan hal yang biasa terjadi dan para pelaku usaha perberasan sudah paham mengatasinya.
Meski demikian, dia mendorong agar para pelaku usaha beras dapat kembali lebih memerhatikan aspek keakuratan tersebut.
“Kalau beratnya 5 kg, ya harusnya tidak terlalu jauh dari 5 kg karena biasanya toleransinya 1 per mil atau teknik berikutnya adalah dilebihkan sedikit, misalnya 5,05 kg. Biasanya kalau teman-teman perberasan sudah memahami itu,” tuturnya.
Selain itu, Arief menjelaskan bahwa kadar air maksimal untuk beras medium dan premium adalah 14%. Adapun, jika kadar air beras berada di bawah angka 14%, dikhawatirkan beras rentan patah.
“Sebenarnya di dunia perberasan ini sudah biasa dengan hal-hal itu. Tinggal bagaimana ke depannya, kita fokus perbaiki kembali dengan mengacu pada standar mutu beras yang ada,” terangnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut, terdapat beberapa perusahaan besar yang melakukan pengoplosan beras. Sayangnya, dia tidak memerinci daftar perusahaan besar yang mengoplos beras premium.
“Belum lagi yang oplosannya, beras yang kualitas premium digabung sama kualitas medium, setelah itu dijual harga premium dan ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, ada yang perusahaan-perusahaan besar. Bayangkan,” beber Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Padahal, dia mengungkap stok beras di dalam negeri merupakan angka tertinggi sejak 1945, yakni sebanyak 4 juta ton beras yang telah diamankan Perum Bulog di pertengahan tahun ini.
Namun, Tito mengatakan bahwa kondisi ini berbeda dengan fakta yang terjadi di lapangan, yakni tren harga beras terus merangkak naik meski stok beras di dalam negeri melimpah.
“Bayangkan, rakyat yang harusnya ditolong dengan pangan saat ini yang berlimpah, tapi harga yang naik karena praktik oplosan menaikkan harga premium, kemudian jumlahnya juga dikurangin dan ini membuat beban rakyat lebih tinggi,” tuturnya.
Berdasarkan temuan Kementan, Tito mengungkap telah terjadi beberapa praktik kecurangan pasca panen raya yang berimbas pada kenaikan harga beras.
“Bayangkan produksinya sangat luar biasa, saat ini didorong oleh Kementerian Pertanian, tetapi terjadi distribusi yang tidak baik pasca panen, yaitu adanya beberapa perusahaan yang itu melakukan oplos dan juga mengurangi jumlah,” tuturnya.
Dia mengungkap, modus yang dilakukan melalui dua tahap. Pertama, mengurangi ukuran alias tak sesuai dengan kemasan yang tertera. Kedua, pengoplosan beras medium dan premium yang setelahnya dijual dengan harga premium.
“Misalnya [beras] 5 kilogram, kita kadang-kadang nggak ngecek pembeli kan, isinya 4,5 kilogram. Bayangkan setengah kilonya dikorupsi istilahnya, digelapkan, itu yang kata Pak Presiden kemarin, ini penipuan. Nah, itu, setengah kilo per kantong, kali sekian berapa juta kantong,” tuturnya.
Pasalnya, dia menjelaskan bahwa harga beras menjadi atensi utama Kepala Negara RI karena merupakan komoditas yang harus diamankan, selain bahan bakar minyak (BBM).
“Harga berasnya menjadi atensi nomor satu Bapak Presiden karena ini memang komoditas yang harus diamankan,” ujarnya.
Dalam peluncuran kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada Senin (21/7/2025), Presiden Prabowo menyentil praktik pengoplosan beras yang dikemas sebagai beras premium. Bahkan, harganya juga dijual melampaui HET.
Berdasarkan laporan yang diterima, Prabowo mengungkap kerugian ekonomi dan masyarakat Indonesia mencapai Rp100 triliun setiap tahun imbas peredaran beras oplosan kemasan premium di masyarakat.
“Beras biasa dibungkus, dikasih stempel beras premium dijual Rp5.000 di atas harga harga eceran tertinggi. Saudara-saudara ini kan penipuan. Ini adalah pidana,” ujar Prabowo di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada Senin (21/7/2025).
Atas temuan itu, Prabowo juga meminta Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri) segera mengusut tuntas dan menindak tegas oknum yang menjual beras oplosan premium.
“Saya minta Jaksa Agung dan Kapolri usut dan tindak. Ini pidana,” pintanya.
Namun, Prabowo mengungkap praktik permainan beras oplosan premium bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga terjadi di banyak negara, termasuk Malaysia.