Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 tembus 5,12% (year on year/yoy). Kinerja ekonomi pada awal pemerintahan Prabowo Subianto ini mengungguli pencapaian Presiden ke-7 Joko Widodo pada 8 bulan menjabat RI-1.
Berdasarkan laporan BPS, produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku pada kuartal II/2025 mencapai Rp5.947 triliun. Adapun PDB atas harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun sehingga pertumbuhan ekonomi tercatat tumbuh 5,12% (yoy).
Dari sisi produksi, penyumbang utama pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 adalah industri pengolahan, perdagangan, telekomunikasi dan konstruksi. Sektor manufaktur yang diterpa kontraksi dalam satu kuartal terakhir memberikan kejutan dengan kontributor utama pertumbuhan.
Industri pengolahan tercatat tumbuh 5,68% (yoy) dengan porsi terhadap PDB mencapai 18,67%. Kontribusi terhadap PDB ini meningkat dari tahun lalu 18,52%, tetapi belum mampu menyamai realisasi 2021 sebesar 19,92%.
Dengan capaian tersebut sektor manufaktur memberikan kontribusi 1,13% terhadap total pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025. Adapun sektor perdagangan mencatat pertumbuhan 5,37% (yoy) dan konstruksi 4,98% (yoy).
Sektor pertanian sebagai kontributor terbesar kedua dari sisi produksi hanya mencatatkan kenaikan 1,65% (yoy). Padahal porsi terhadap PDB mencapai 13,83%.
Baca Juga
Sementara itu, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 masih ditopang oleh komponen konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB). PMTB ini pengeluaran barang modal yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dan bukan barang konsumsi.
Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 4,97% (yoy) dengan kontribusi mencapai 54,25% terhadap PDB. Adapun PMTB mencatatkan pertumbuhan 6,99% (yoy) dengan kontribusi sebesar 27,83%. Sementara itu, ekspor berada di urutan ketiga penyumbang pertumbuhan sebesar 10,67% (yoy) dengan kontribusi 22,28%.
Realisasi pertumbuhan ekonomi pemerintahan Prabowo dalam delapan bulan pertama ini mengungguli capaian era pemerintahan Jokowi pada rentang yang sama satu dekade yang lalu. Pada kuartal II/2015, pertumbuhan ekonomi tercatat tumbuh 4,67% (yoy).
Pada saat itu, ekonomi RI terpapar oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Belum genap sebulan menjabat sebagai presiden, Jokowi menaikkan harga BBM pada 17 November 2014. Dampak kenaikan harga BBM itu menekan konsumsi masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi melambat.
Hal yang sama terjadi pada saat Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat. SBY mengerek harga BBM pada Oktober 2004 dengan kenaikan hampir 100%. Padahal pada tahun yang sama sudah terjadi kenaikan harga 30%.
Dampaknya terjadi inflasi sangat signifikan. Namun, pertumbuhan ekonomi pada awal pemerintahan SBY masih lebih tinggi dibandingkan dengan era Jokowi dan Prabowo. Pada kuartal II/2015 pertumbuhan ekonomi naik 5,54% (yoy).
Konsensus Ekonom Meleset
Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025 sebesar 5,12% (yoy) mematahkan proyeksi 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun oleh Bloomberg. Median atau nilai tengah pertumbuhan PDB kuartal II/2025 tercatat 4,8% (yoy).
Estimasi tertinggi ekonom sebesar 5%, sedangkan terendah 4,6%. Proyeksi pertumbuhan tertinggi 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia, sedangkan terendah oleh Moody's Analytics Singapore, Jeemin Bang sebesar 4,6%.
Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%. Apabila merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan yang diproyeksikan April-Juni 2025 merupakan yang terendah setelah 4 tahun lamanya.
Para ekonom melihat respons pasar terkejut dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede sebelumnya memperkirakan PDB kuartal II/2025 hanya tumbuh 4,76% (yoy). Dia menyebut, data BPS yang dirilis hari ini mengejutkan pasar.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12% (yoy) yang diumumkan oleh BPS memang mengejutkan pasar, terutama karena seluruh estimasi konsensus Bloomberg berada di bawah angka tersebut—bahkan estimasi tertingginya hanya menyentuh 5,0%," terang Josua kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025).
Josua menuturkan data pertumbuhan yang dirilis BPS itu tidak hanya melampaui ekspektasi pasar, tetapi juga terjadi di tengah narasi yang kontras. Salah satunya adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi selama kuartal tersebut, yakni berkisar 49.
Tidak hanya itu, persepsi umum menunjukkan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya pulih. "Maka, muncul pertanyaan fundamental, ‘dari mana sebenarnya sumber pertumbuhan yang mengejutkan ini?’" ungkap Josua.
Pada sisi konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi terbesar kepada PDB, pertumbuhannya secara tahunan hanya naik tipis dari 4,95% ke 4,97%. Namun, Josua melihat karakteristik pemulihannya cukup berbeda dari kuartal sebelumnya yakni kuartal I/2025.
BPS, terangnya, bersama-sama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sama-sama menyoroti pergeseran preferensi konsumsi dari belanja offline ke online. Data transaksi online dari e-commerce dan marketplace tumbuh sebesar 7,55% secara kuartalan, dan konsumsi elektronik (uang elektronik, kartu debit, kredit) tumbuh 6,26% secara tahunan, pada kuartal II/2025.
Josua mengatakan, data-data itu menunjukkan bahwa meskipun indeks penjualan eceran secara riil masih lemah, masyarakat mulai kembali aktif berbelanja melalui kanal digital, terutama saat momentum Idulfitri maupun libur sekolah.
Dia menilai kenaikan konsumsi itu lebih banyak karena faktor musiman dan pola belanja digital ketimbang karena kenaikan pendapatan yang merata.
"Namun, apakah ini berarti daya beli telah benar-benar pulih? Jawabannya masih relatif. Pertumbuhan konsumsi belum sepenuhnya solid di semua lapisan masyarakat, terlihat dari masih terbatasnya pertumbuhan konsumsi makanan pokok dan inflasi yang tetap rendah (1,87% yoy), yang bisa mencerminkan lemahnya pricing power produsen dan konsumen yang masih berhati-hati," terangnya.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro juga mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi 5,12% yang dirilis BPS itu melebihi ekspektasi pasar. Menurutnya, pertumbuhan itu melonjak dari kuartal I/2025 yang hanya 4,87% (yoy). Padahal, perkiraan sebelumnya pertumbuhan bakal melambat pada kuartal II/2025.
"[Pertumbuhan] didukung konsumsi rumah tangga yang lebih kuat dan kenaikan aktivitas investasi. Permintaan eksternal juga berkontribusi positif, dengan ekspor terakselerasi jelang penerapan tarif impor AS," ujar Andry dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8/2025).