Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Presiden Brasil Sebut Tak Akan Balas Tarif Trump

Presiden Brasil Lula menolak balas tarif 50% Trump, fokus pada solusi domestik dan kerjasama BRICS. Hubungan AS-Brasil terendah dalam 200 tahun.
Presiden Prabowo Subianto dalam pernyataan pers bersama Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva di Istana Planalto, Brasilia pada Rabu (9/7/2025) waktu setempat/BPMI Sekretariat Presiden.
Presiden Prabowo Subianto dalam pernyataan pers bersama Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva di Istana Planalto, Brasilia pada Rabu (9/7/2025) waktu setempat/BPMI Sekretariat Presiden.
Ringkasan Berita
  • Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, menegaskan tidak akan membalas tarif 50% yang dikenakan oleh Presiden AS, Donald Trump, dan lebih memilih untuk melanjutkan komunikasi setingkat menteri.
  • Lula menyatakan hubungan AS-Brasil berada di titik terendah, menolak intervensi AS terkait kasus hukum mantan Presiden Jair Bolsonaro, dan menekankan pentingnya menjaga kedaulatan Brasil.
  • Pemerintah Brasil berencana untuk bekerja sama dengan negara-negara BRICS dan mengembangkan kebijakan nasional baru terkait sumber daya mineral strategis untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi domestik.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menegaskan pihaknya tidak akan mengumumkan tarif balasan atas kebijakan pungutan sebesar 50% yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Dalam wawancara dengan Reuters dari kediaman resminya di Brasilia, Rabu (6/8/2025) waktu setempat, Lula menyebut belum melihat peluang untuk membuka komunikasi langsung dengan Trump. Dia menilai langkah itu justru akan menjadi bentuk penghinaan terhadap negaranya.

“Pada hari intuisi saya mengatakan Trump siap berbicara, saya tidak akan ragu untuk meneleponnya. Tapi hari ini, intuisi saya mengatakan dia tidak ingin bicara. Dan saya tidak akan menghinakan diri," ujar Lula dikutip dari Reuters pada Rabu (7/8/2025).

Meski menghadapi salah satu tarif tertinggi yang pernah dikenakan Trump, Lula memastikan Brasil tidak akan langsung menerapkan tarif balasan, dan tetap akan melanjutkan komunikasi setingkat menteri. Namun, dia sendiri tidak dalam posisi mendesak untuk membuka jalur dengan Gedung Putih.

Pemerintah Brasil saat ini fokus pada langkah-langkah domestik untuk meredam dampak ekonomi dari lonjakan tarif tersebut, sambil tetap menjaga disiplin fiskal.

Peningkatan tarif AS disebut-sebut berkaitan dengan tekanan Trump agar Brasil menghentikan proses hukum terhadap mantan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro, yang tengah diadili atas dugaan upaya membatalkan hasil pemilu 2022.

Lula menyebut hubungan AS-Brasil saat ini berada di titik terendah dalam 200 tahun terakhir. Dia juga menegaskan bahwa Mahkamah Agung Brasil yang menangani kasus Bolsonaro.

“Bolsonaro seharusnya diadili lagi karena telah memprovokasi intervensi Trump,” ujar Lula, menyebut pendahulunya itu sebagai pengkhianat bangsa.

Lebih lanjut, Lula mengingatkan bahwa Brasil pernah memaafkan campur tangan AS dalam kudeta militer 1964. 

“Tapi yang sekarang bukan intervensi kecil. Ini presiden AS yang merasa bisa mendikte aturan untuk negara berdaulat seperti Brasil. Ini tidak bisa diterima,” lanjutnya.

Respons Multilateral

Meski menyatakan tak punya masalah pribadi dengan Trump, Lula meragukan etika diplomatik Trump yang dinilai kerap mempermalukan tamu-tamunya di Gedung Putih, termasuk Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

“Apa yang Trump lakukan kepada Zelensky itu penghinaan. Itu tidak normal. Kepada Ramaphosa juga sama. Presiden tidak seharusnya mempermalukan presiden lain. Saya menghormati semua orang dan menuntut penghormatan yang sama," ujar Lula.

Sementara itu, upaya untuk membuka jalur negosiasi melalui jalur kementerian masih belum membuahkan hasil. Lula mengatakan tengah menyusun rencana untuk menghubungi para pemimpin negara berkembang anggota BRICS, dimulai dari India dan China, guna membahas kemungkinan tanggapan bersama terhadap kebijakan tarif AS.

Dia juga membeberkan rencana pemerintahannya untuk membentuk kebijakan nasional baru terkait sumber daya mineral strategis Brasil, yang akan diperlakukan sebagai bagian dari kedaulatan nasional. 

Kebijakan ini bertujuan menghentikan praktik ekspor bahan tambang mentah yang selama ini dinilai tidak memberi nilai tambah bagi perekonomian domestik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro