Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menegaskan pihaknya tidak akan mengumumkan tarif balasan atas kebijakan pungutan sebesar 50% yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Dalam wawancara dengan Reuters dari kediaman resminya di Brasilia, Rabu (6/8/2025) waktu setempat, Lula menyebut belum melihat peluang untuk membuka komunikasi langsung dengan Trump. Dia menilai langkah itu justru akan menjadi bentuk penghinaan terhadap negaranya.
“Pada hari intuisi saya mengatakan Trump siap berbicara, saya tidak akan ragu untuk meneleponnya. Tapi hari ini, intuisi saya mengatakan dia tidak ingin bicara. Dan saya tidak akan menghinakan diri," ujar Lula dikutip dari Reuters pada Rabu (7/8/2025).
Meski menghadapi salah satu tarif tertinggi yang pernah dikenakan Trump, Lula memastikan Brasil tidak akan langsung menerapkan tarif balasan, dan tetap akan melanjutkan komunikasi setingkat menteri. Namun, dia sendiri tidak dalam posisi mendesak untuk membuka jalur dengan Gedung Putih.
Pemerintah Brasil saat ini fokus pada langkah-langkah domestik untuk meredam dampak ekonomi dari lonjakan tarif tersebut, sambil tetap menjaga disiplin fiskal.
Peningkatan tarif AS disebut-sebut berkaitan dengan tekanan Trump agar Brasil menghentikan proses hukum terhadap mantan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro, yang tengah diadili atas dugaan upaya membatalkan hasil pemilu 2022.
Baca Juga
Lula menyebut hubungan AS-Brasil saat ini berada di titik terendah dalam 200 tahun terakhir. Dia juga menegaskan bahwa Mahkamah Agung Brasil yang menangani kasus Bolsonaro.
“Bolsonaro seharusnya diadili lagi karena telah memprovokasi intervensi Trump,” ujar Lula, menyebut pendahulunya itu sebagai pengkhianat bangsa.
Lebih lanjut, Lula mengingatkan bahwa Brasil pernah memaafkan campur tangan AS dalam kudeta militer 1964.
“Tapi yang sekarang bukan intervensi kecil. Ini presiden AS yang merasa bisa mendikte aturan untuk negara berdaulat seperti Brasil. Ini tidak bisa diterima,” lanjutnya.
Respons Multilateral
Meski menyatakan tak punya masalah pribadi dengan Trump, Lula meragukan etika diplomatik Trump yang dinilai kerap mempermalukan tamu-tamunya di Gedung Putih, termasuk Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
“Apa yang Trump lakukan kepada Zelensky itu penghinaan. Itu tidak normal. Kepada Ramaphosa juga sama. Presiden tidak seharusnya mempermalukan presiden lain. Saya menghormati semua orang dan menuntut penghormatan yang sama," ujar Lula.
Sementara itu, upaya untuk membuka jalur negosiasi melalui jalur kementerian masih belum membuahkan hasil. Lula mengatakan tengah menyusun rencana untuk menghubungi para pemimpin negara berkembang anggota BRICS, dimulai dari India dan China, guna membahas kemungkinan tanggapan bersama terhadap kebijakan tarif AS.
Dia juga membeberkan rencana pemerintahannya untuk membentuk kebijakan nasional baru terkait sumber daya mineral strategis Brasil, yang akan diperlakukan sebagai bagian dari kedaulatan nasional.
Kebijakan ini bertujuan menghentikan praktik ekspor bahan tambang mentah yang selama ini dinilai tidak memberi nilai tambah bagi perekonomian domestik.