Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah melalui APBN menyediakan instrumen fiskal berupa insentif pajak untuk penelitian berupa super tax deduction.
Insentif itu ditujukan untuk wajib pajak (WP) korporat yang mendanai penelitian dan pengembangan untuk produk yang dihasilkan.
Untuk diketahui, super tax deduction adalah insentif pajak berupa pengurangan penghasilan yang dikenakan pajak bagi industri yang menyelenggarakan program di bidang pendidikan vokasi dan teknologi.
"Kalau dia [perusahaan atau industri] mengeluarkan Rp1 miliar, mereka bisa men-deduct tiga kali lipatnya untuk pengurangan pajak. Tiga kali lipatnya. Ini kalau dia mengeluarkan Rp1 miliar, bisa men-deduct Rp3 miliar untuk mengenakan pajaknya," terangnya pada acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) di Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis (7/8/2025).
Sri Mulyani mengungkap bahwa saat ini sudah ada 30 wajib pajak yang mengajukan ratusan proposal, dengan estimasi pendanaan riset hingga Rp1,46 triliun.
"Saat ini sudah ada 30 wajib pajak yang mengajukan 224 proposal, yang estimasinya mencapai Rp 1,46 triliun," ungkapnya.
Baca Juga
Bendahara Negara lalu berharap para akademisi mengembangkan jiwa kewirausahaannya (entrepreneurship) dalam mencari pendanaan riset. Dia berharap agar para peneliti bisa menggaet industri untuk memanfaatkan insentif fiskal itu.
"Ajak-ajak industri terus bilang, 'Eh kalau kamu penelitian sama saya, kamu ngeluarin Rp1 miliar, you can deduct triple dari pajak anda.' Itu kan malah untung kan, mestinya ya. Saya berharap itu menjadi ide bapak ibu sekalian," pungkasnya.
Adapun insentif fiskal itu bukan satu-satunya instrumen dari APBN yang digunakan pemerintah untuk mendanai pendidikan. Misalnya, Dana Abadi Pendidikan yang saat ini senilai Rp154,1 triliun.
Sri Mulyani menyebut dana itu berpeluang ditambah Rp20 triliun tahun ini sehingga meningkat ke Rp175 triliun.