Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada IP-CEPA, Kemendag Bidik Perdagangan RI-Peru Tembus Rp81,46 Triliun

Kemendag menargetkan perdagangan RI-Peru mencapai Rp81,46 triliun melalui IP-CEPA.
Presiden Prabowo Subianto menerima Presiden Republik Peru, Dina Ercilia Boluarte Zegarra di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, (11/8/2025)/Bisnis-Akbar Evandio
Presiden Prabowo Subianto menerima Presiden Republik Peru, Dina Ercilia Boluarte Zegarra di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, (11/8/2025)/Bisnis-Akbar Evandio

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) membidik nilai ekspor gabungan Indonesia dan Peru bisa mencapai US$5 miliar atau setara Rp81,46 triliun (asumsi kurs Rp16.293 per dolar AS). Hal ini seiring ditekennya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Peru (Indonesia—Peru CEPA/IP-CEPA).

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan target itu mencakup total nilai ekspor Indonesia dan Peru.

“Kalau US$5 miliar ini berdua ya, bukan cuma Indonesia saja. Artinya, mungkin Indonesia US$3 miliar, Peru US$2 miliar, atau Indonesia US$3,5 miliar, Peru US$1,5 miliar, kan US$5 miliar. Kita ingin meningkatkan tadi itu,” kata Djatmiko dalam Media Briefing IP-CEPA di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Dia menyebut, target US$5 miliar merupakan angka yang cukup ambisius. Hal ini mengingat total perdagangan kedua negara baru mencapai US$264,8 juta pada semester I/2025, naik 34,3% dibanding periode yang sama 2024 yang senilai US$197,1 juta.

Jika diperinci, ekspor Indonesia ke Peru mencapai US$206,4 juta, sedangkan impor dari Peru adalah US$58,4 juta pada Januari—Juni 2025.

Adapun, jika melihat tren kinerja perdagangan pada 2024, total perdagangan Indonesia dengan Peru mencapai US$480,7 juta dengan ekspor senilai US$331,2 miliar dan US$149,6 juta.

Jika ditelisik lebih jauh, nilai ekspor Indonesia ke Peru pada 2024 justru turun dibandingkan periode 2023 yang mampu mencapai US$367,5 juta. Di sisi lain, nilai impor Indonesia dari Peru naik dibandingkan 2023 yang hanya mencapai US$77,8 juta. Secara total, perdagangan Indonesia dengan Peru mencapai US$445,3 juta pada 2023.

Djatmiko mengatakan, meski nilai perdagangan Indonesia—Peru masih relatif kecil, hubungan dagang kedua negara mencatat pertumbuhan rata-rata 15% per tahun sepanjang 2020–2024. Pada periode yang sama, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus 15,7%.

“Itu yang US$5 miliar itu angka-angka yang sangat-sangat ambisius. Enggak apa-apa kita taruh di situ dalam ruang tanggal waktu, misalnya 5–10 tahun, it’s okay. Kan CEPA ini akan berlangsung atau berjalan, ya harapannya selamanya ya,” terangnya.

Lebih lanjut, Djatmiko menyampaikan, sektor yang paling berpeluang untuk peningkatan ekspor Indonesia ke Peru, antara lain alas kaki, tekstil, otomotif dan spare parts, biodiesel/palm oil, perikanan/olahan makanan, karet, hingga mesin khusus. 

Komoditas Utama Ekspor-Impor

Kemendag mencatat terdapat lima komoditas utama ekspor Indonesia ke Peru pada 2024. Perinciannya, mobil dan kendaraan bermotor lainnya senilai US$120,8 juta, alas kaki/sol karet bagian atas tekstil US$21,8 juta.

Kemudian, ada minyak sawit dan pecahannya senilai US$21,4 juta, lemari es dan pompa panas non-AC senilai US$16,5 juta, serta alas kaki bagian atas kulit senilai US$14,9 juta. 

Di sisi lain, Kemendag juga mencatat sebanyak lima komoditas impor Peru yang masuk ke pasar Tanah Air pada 2024. Adapun, biji kakao menjadi komoditas dengan nilai impor tertinggi pada 2024, yakni mencapai US$87,6 juta.

Djatmiko mengatakan, biji kakao menjadi komoditas impor tertinggi lantaran untuk kebutuhan industri dalam negeri guna diolah menjadi pasta atau menjadi produk lainnya.

“Karena memang industri pengolahan kakao di Indonesia sudah sedemikian berkembang. Kebutuhan pasokan dalam negeri sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan industri sehingga kita perlu mengimpor biji kakao [dari Peru],” ungkapnya.

Mengekor, impor batu bara/bahan bakar padat sejenis US$15,6 juta, pupuk mineral, fosfat US$14,1 juta, anggur segar atau kering US$11,5 juta, dan seng yang tidak ditempa senilai US$5 juta. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro