Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung memastikan implementasi bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel 50% (B50) dimulai pada 2026.
Pernyataan itu sekaligus mengonfirmasi isu sebelumnya yang menyatakan implementasi B50 belum tentu terlaksana tahun depan lantaran kendala bahan baku.
Yuliot menjelaskan, saat ini pihaknya tengah mengevaluasi implementasi B40 tahun ini. Dia menilai implementasi B40 terbilang berhasil.
Oleh karena itu, dia optimistis implementasi B50 pun bisa dilaksanakan mulai awal 2026.
"Untuk B50, kita evaluasi untuk implementasi B40 tahun ini, dan juga kita harapkan untuk implementasi tahun depan B50 segera bisa dilaksanakan," ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (8/8/2025).
Implementasi B50 merupakan program yang telah didorong Presiden Prabowo Subianto guna menciptakan kedaulatan energi. Prabowo sebelumnya, optimistis implementasi B50 pada 2026 dapat meningkatkan cadangan energi Indonesia, yang selaras dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan energi domestik secara mandiri.
Sementara itu, sebelumnya Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi belum bisa memastikan implementasi B50 bisa terlaksana pada 2026.
Dia mengungkapkan, pihaknya masih menghitung kebutuhan dan volume Fatty Acid Methyl Ester (FAME) untuk memproduksi B50. FAME merupakan bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak sawit dengan metanol.
Eniya menyebut, pihaknya belum menentukan berapa porsi FAME dalam B50. Dia mengatakan, komposisi FAME itu masih menjadi perdebatan. Menurutnya, B50 itu bisa terdiri atas 40% FAME dan 10% hydrotreated vegetable oil (HVO) atau full 50% FAME.
"Lalu apakah 2026 kita mulai dengan B50? Itu belum kita tentukan. Jadi kita harus lihat lagi B50 butuh [FAME]-nya berapa?" ucap Eniya dalam acara Seminar Peluang dan Tantangan Industri Bioenergi Menyongsong Indonesia Emas 2045 di Jakarta, Kamis (17/7/2025) lalu.
Eniya menjabarkan, jika diasumsikan B50 akan terdiri atas 50% FAME, maka kebutuhan FAME itu mencapai sekitar 20 juta ton atau tambahan alokasi minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO) ke biodiesel sekitar 2 juta ton. Angka itu naik sebesar 5 juta ton dari kebutuhan FAME untuk produksi B40 yang sebesar 15 juta ton.
Di sisi lain, Eniya mengatakan, Indonesia membutuhkan lima pabrik biodiesel baru untuk mengimplementasikan B50 pada tahun depan. Dia mengatakan, tiga dari lima pabrik baru yang ditargetkan, saat ini sedang dibangun.
"Kita perlu lima [pabrik baru] dengan kapasitas besar, yang kalau ukur-ukur kapasitasnya 1 juta kiloliter kita perlu 5 gitu," ucap Eniya.
Kendati demikian, Eniya tak memerinci tiga pabrik yang sedang dibangun itu. Namun, menurutnya, pabrik biodiesel baru itu diperlukan di daerah Timur Indonesia.
Biodiesel B50 Dipastikan Jalan 2026 Meski Bahan Baku Masih jadi Isu
Wamen ESDM Yuliot Tanjung memastikan implementasi biodiesel B50 dimulai pada 2026, meski ada tantangan bahan baku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

46 menit yang lalu
Adu Efisien, Sehat Operasional dan Untung Emiten Unggas: CPIN vs JPFA

1 jam yang lalu
Usai Rebalancing MSCI, Ada yang Balik Arah di Saham MBMA
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

33 menit yang lalu
Penggilingan Padi Ramai-ramai Tutup Imbas Isu Beras Oplosan

59 menit yang lalu