Bisnis.com, JAKARTA — Asian Development Bank alias ADB menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai US$500 juta atau setara Rp8,12 triliun (asumsi kurs JISDOR 13 Agustus 2025 sebesar Rp16.237 per dolar AS) untuk mendukung modernisasi sistem perpajakan Indonesia.
Pendanaan ini menjadi bagian dari Program Mobilisasi Sumber Daya Domestik (Domestic Resource Mobilization/DRM) yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pemungutan pajak, memperluas kepatuhan, dan memperkuat ketahanan fiskal.
Subprogram ini merupakan tahap pertama dari tiga rangkaian program DRM yang akan dijalankan ADB bersama pemerintah Indonesia. Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga mengaku langkah ini penting bagi keberlanjutan fiskal Tanah Air.
“Dengan modernisasi administrasi pajak melalui digitalisasi dan penguatan kerja sama pajak internasional, Indonesia akan lebih mampu membiayai prioritas pembangunan sambil menjaga stabilitas makroekonomi,” ujar Jiro dalam keterangannya, Kamis (14/8/2025).
Dia menjelaskan bahwa dukungan ADB akan difokuskan pada tiga area reformasi: peningkatan efisiensi administrasi pajak, penguatan kerja sama pajak internasional, serta pengembangan kebijakan pajak yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
ADB memperkirakan reformasi ini dapat menaikkan rasio pajak terhadap PDB hingga 1,28 poin persentase pada 2030, memberikan ruang fiskal untuk mendorong pertumbuhan dan investasi sosial.
Baca Juga
Salah satu komponen utama program ini adalah operasionalisasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan alias Coretax. Meski ditujukan untuk merampingkan administrasi, meningkatkan kualitas layanan, memperbaiki akurasi data, hingga memperkuat kemampuan Direktorat Jenderal Pajak dalam mendeteksi ketidakpatuhan, Coretax kerap mengalami masalah implementasi sejak diluncurkan pada awal 2025.
Program ini juga mencakup upaya memerangi penghindaran pajak lintas negara sejalan dengan Kerangka Inklusif OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), termasuk memastikan perusahaan multinasional membayar pajak sesuai porsi yang wajar.
Selain itu, reformasi akan mengurangi biaya kepatuhan dunia usaha, khususnya melalui penyederhanaan proses restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dan percepatan penyelesaian sengketa pajak, yang diharapkan meringankan beban pelaku usaha kecil dan menengah.