Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah menyiapkan kompensasi senilai Rp1.376,9 triliun imbas kebijakan pemangkasan pagu anggaran tranfer ke daerah (TKD) di RAPBN 2026.
Namun demikian, kompensasi itu diberikan bukan dalam bentuk alokasi anggaran yang langsung ke kas kabupaten atau provinsi melainkan program pemerintah pusat di daerah.
Sekadar catatan, pagu dana transfer ke daerah di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 turun menjadi Rp650 triliun. Pemerintah menyebut penurunan itu lantaran banyak pos anggaran di dalam transfer ke daerah yang langsung disalurkan melalui anggaran kementerian/lembaga pusat.
Untuk diketahui, RAPBN 2026 yang dibacakan oleh Presiden Prabowo Subianto siang ini di DPR menunjukkan bahwa anggaran transfer ke daerah hanya Rp650 triliun. Nilainya lebih rendah dari APBN 2025 yakni Rp919 triliun.
Sementara itu, outlook dari realisasi belanja transfer ke daerah di 2025 sudah mencapai Rp864,1 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, anggaran transfer ke daerah atau TKD yang menurun itu sudah dikompensasi dengan kementerian/lembaga (K/L) yang langsung diterima dan dirasakan oleh masyarakat. Nilainya mencapai Rp1.376,9 triliun.
Baca Juga
"Jadi kalau TKDD tadi mungkin mengalami penurunan, kenaikan dari belanja pemerintah pusat di daerah tadi naiknya jauh, jauh lebih besar, dan itu yang makanya diharapkan sesuai dengan arahan bapak Presiden, para menteri harus rajin untuk menyampaikan ke masing-masing daerah," tuturnya di konferensi pers RAPBN 2026 di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jumat (15/8/2025).
Di samping itu, Bendahara Negara mengakui bahwa ada beberapa daerah yang memiliki kapasitas fiskal sebagaimana pemetaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Oleh sebab itu, lanjutnya, pemerintah akan mengatasi agar pelayanan minimal daerah-daerah tersebut bisa tetap dilakukan untuk publik.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan harapannya agar alokasi anggaran itu tepat sasaran dan sesuai dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah.
Tito menjelaskan, daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal kuat lantaran kepemilikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi. Sementara itu, ada daerah juga yang masih sangat bergantung dengan transfer dari pemerintah pusat.
Menurut Tito, standar minimum kapasitas fiskal daerah ditentukan dengan kemampuan masing-masing pemerintah daerah untuk memenuhi pelayanan minimal mereka. Misalnya, belanja operasional, pegawai, maupun belanja-belanja standar pelayanan minimal (SPM) yang meliputi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, perumahan, kawasan dan permukiman serta perlindungan sosial (perlinsos).
"Nanti mungkin kita akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan [Dasar dan Menengah], Kementerian Pekerjaan Umum terutama untuk meng-cover problem-problem di tiga bidang yang sangat dasar itu di daerah-daerah sehingga ada pengalihan anggaran ke pusat ke kementerian/lembaga, tapi pemerintahan tetap berjalan dan dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat karena langsung dikerjakan pemerintah pusat," terang mantan Kapolri itu.